Jangan Remehkan Bahaya Infeksi Usus

Jangan Remehkan Bahaya Infeksi Usus

MAKLUMAT — Infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Difficile (C. Difficile) patut diwaspadai. Ketua Divisi Penelitian Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PWM Jawa Timur, dr Tjatur Prijambodo MKes, mengatakan bahwa penyakit ini tergolong umum dan sering tidak disadari masyarakat.

“Infeksi usus atau yang sering disebut juga gastroenteritis adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam usus. Penyakit tersebut umum terjadi dan bisa didapatkan bila mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Itulah mengapa infeksi usus juga sering disebut keracunan makanan,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Senin (23/06/2025).

Salah satu bakteri penyebabnya adalah Clostridium Difficile, yang dapat memicu peradangan serius pada usus dan dikenal secara medis sebagai Clostridium Difficile Colitis. Bakteri ini bersifat anaerob, gram positif, mampu membentuk spora, dan menghasilkan racun berbahaya berupa Enterotoksin A dan Sitotoksin B.

dr. Tjatur Prijambodo, M.Kes. (Foto: Aan/ IST)
dr. Tjatur Prijambodo, M.Kes. (Foto: Aan/ IST)

“Transmisi dari infeksi ini terjadi secara fekal-oral dengan menelan spora dari C. Difficile. Clostridiosis memiliki manifestasi klinis yang bervariasi, mulai dari asimtomatik (karier), diare derajat ringan-sedang, hingga kolitis fulminan yang dapat mengancam nyawa,” jelasnya.

Faktor risiko utama infeksi ini adalah penggunaan antibiotik jangka panjang dan paparan terhadap bakteri tersebut. Selain itu, kelompok lansia, pasien dengan riwayat rawat inap yang sering atau lama, serta penderita komorbid seperti radang usus besar, kanker, gagal ginjal, dan pengguna imunosupresan juga masuk dalam kategori rentan.

Baca Juga  Muhammadiyah Serukan Pilih Calon Bupati yang Mau Mendengar

“Terdapat dua faktor risiko utama terjadinya infeksi ini, yaitu penggunaan antibiotik jangka panjang dan paparan terhadap bakterinya. Selain itu, risiko infeksi juga lebih besar pada lansia dan pasien dengan riwayat rawat inap yang sering atau lama. Faktor risiko lainnya berupa kondisi komorbid seperti Inflammatory Bowel Disease (radang usus besar), riwayat pembedahan saluran pencernaan, kanker, gagal ginjal kronis, dan penggunaan imunosupresan,” jelasnya.

Diagnosis infeksi biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan riwayat medis, terutama bila pasien baru saja dirawat inap atau menjalani pengobatan antibiotik dalam tiga bulan terakhir.

“Diagnosis C. Difficile Colitis dapat diperkirakan pada seseorang yang mengalami diare dan sedang dalam pengobatan antibiotik selama 3 bulan terakhir, baru saja menjalani rawat inap di rumah sakit, dan/atau mengalami diare dalam 48 jam atau lebih saat sedang dirawat inap di rumah sakit,” kata dr Tjatur.

Ia menyebut bahwa pemeriksaan laboratorium juga penting untuk memastikan diagnosis. Uji Glutamate Dehydrogenase (GDH) dengan metode Enzyme Immunoassay (EIA) atau Nucleic Acid Amplification Test (NAAT), serta uji toksin A/B dalam feses menjadi kombinasi standar dalam pemeriksaan.

Meski komplikasi jarang, dr Tjatur menekankan bahwa pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah, risiko bisa meningkat. Komplikasi dapat berupa gagal ginjal, perdarahan usus, hingga gangguan neurologis. Dehidrasi berat juga bisa terjadi, terutama pada bayi dan lansia.

Baca Juga  4 Wakil Rektor Baru Resmi Dilantik, Rektor UM Surabaya: Fokus Visi Transformasi Berkelanjutan

“Infeksi usus sebenarnya jarang menyebabkan komplikasi. Namun, risiko terjadinya komplikasi berbahaya tetap perlu diwaspadai, terutama pada orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah,” ujarnya.

Penanganan dilakukan dengan menghentikan antibiotik pemicu, mengisolasi pasien, serta memberikan antibiotik yang sesuai dengan tingkat keparahan. Metronidazole diberikan pada kasus ringan hingga sedang, sementara Vancomycin untuk infeksi berat. IDSA kini merekomendasikan Fidaxomicin sebagai lini pertama, meski ketersediaannya di Indonesia masih terbatas.

“Dalam kasus ini, IDSA merekomendasikan untuk menggunakan Metronidazole sebagai tatalaksana infeksi C. Difficile derajat ringan,” pungkas dr Tjatur.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *