MAKLUMAT – Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD pada 15 Agustus 2025 lalu menuai sorotan. Salah satu poin yang paling menyita perhatian adalah komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, M.A., menegaskan bahwa janji itu akan sekadar jadi “omon-omon” alias omongan belaka bila tak dibarengi langkah nyata.
“Pidato Presiden Prabowo bagus, tapi tidak jauh berbeda dengan pendahulunya. Faktanya, korupsi masih ada di mana-mana, dari pusat sampai desa. Pidato harus dibuktikan dengan tindakan konkret, bukan retorika,” ujar Ridho dikutip dari laman UMY, Senin (18/8/2025).
Butuh Keteladanan
Ridho menekankan pentingnya keteladanan dari pucuk pimpinan negara. Menurutnya, sikap antikorupsi harus diperlihatkan langsung oleh presiden, wakil presiden, hingga jajaran menteri.
“Rakyat sedang susah cari kerja, tapi banyak pejabat justru rangkap jabatan sebagai komisaris. Sumber daya alam kita luar biasa, tapi justru jadi lahan empuk untuk korupsi,” tegasnya.
Ia mengapresiasi pengakuan Prabowo soal praktik korupsi yang masih terjadi di setiap level birokrasi. Namun, pengakuan saja dinilai tidak cukup. “Kita hargai kejujuran itu. Tapi jangan berhenti pada permintaan maaf. Korupsi masih marak, bahkan sampai ke desa. PPATK juga sudah menemukan aliran dana desa ke rekening pribadi kepala desa,” ujarnya.
Kembalikan Marwah KPK
Menurut Ridho, langkah pertama yang paling konkret jika Prabowo serius memberantas korupsi adalah mengembalikan marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kembalikan Undang-Undang KPK seperti semula agar KPK kembali bertaring. Jangan sampai jadi alat kekuasaan,” tandasnya.
Ridho juga menilai klaim pemerintah yang berhasil mengidentifikasi dan menyelamatkan Rp300 triliun dari APBN masih sebatas permukaan. Ia mengkhawatirkan praktik korupsi justru bergeser ke sektor lain, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN). “Efisiensi di satu bidang bisa saja menumpuk potensi korupsi di bidang lain,” jelasnya.
Ridho menantang Presiden Prabowo membuktikan komitmen antikorupsi lewat tiga langkah: mengembalikan marwah KPK, mengungkap kasus korupsi besar satu per satu, dan memperberat hukuman bagi koruptor.
“Hukuman koruptor di Indonesia masih terlalu ringan. Ada kasus korupsi triliunan rupiah tapi pelakunya hanya dihukum 4,5 tahun. Hukuman seperti ini tidak akan memberi efek jera,” pungkasnya.***