MAKLUMAT — Komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi problem sampah secara modern kian serius. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjadikan kunjungan ke Tuas South Incineration Plant (TSIP), salah satu fasilitas pengolahan sampah menjadi energi (waste-to-energy/WtE) terbesar di Singapura, sebagai referensi utama.
Kunjungan pada Jumat (14/11/2025) ini merupakan bagian dari rangkaian Program RISING (Republic of Indonesia and Singapore) Fellowship. Khofifah mengaku terkesan dengan teknologi tinggi yang digunakan TSIP untuk mengolah limbah padat menjadi energi listrik melalui proses insinerasi.
Teknologi Canggih TSIP
Fasilitas TSIP dirancang mampu mengurangi volume sampah hingga 90 persen melalui pembakaran pada suhu supertinggi, mencapai 850–1.000°C. Hebatnya, proses ini sekaligus menghasilkan energi listrik.
TSIP menerima sekitar 600 truk sampah per hari. Tahapannya meliputi penerimaan limbah, pembakaran di insinerator suhu tinggi, pembangkitan energi dari panas, pengolahan gas buang melalui sistem penyaring polutan canggih, hingga pemulihan material magnetik dari abu sisa. Sisa abu yang tak terbakar akan dikirim ke Semakau Landfill, satu-satunya TPA di Singapura.
Hal yang paling menarik perhatian Khofifah adalah solusi TSIP mengatasi bau sampah, masalah klasik di tempat pengolahan limbah.
“Problem di masyarakat yang banyak dikeluhkan terkait tempat pengolahan sampah adalah aroma sampah, maka teknologi mereduksi sampah ini harus bisa diadaptasi,” ujar Khofifah.
TSIP menerapkan sistem tekanan udara negatif di area bunker sampah. Udara berbau tidak keluar ke lingkungan, tetapi disalurkan kembali ke tungku pembakaran untuk dimusnahkan pada suhu tinggi yang sama (850°C–1.000°C).
Transformasi Sampah Jadi Sumber Daya
Khofifah menilai keberhasilan Singapura mengintegrasikan pemulihan energi ke dalam sistem pengelolaan sampah memberikan inspirasi kuat bagi Jawa Timur. Model WtE ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada landfill, tetapi juga mengubah sampah menjadi sumber daya bernilai.
“Model ini akan kami pelajari dan sesuaikan dengan konteks Jawa Timur secara teknis dan strategis untuk mereplikasi sistem dan teknologinya,” tegasnya.
Saat ini, Jawa Timur menghasilkan 6,5 juta ton sampah per tahun. Dengan pengurangan sampah 899,7 ribu ton/tahun dan penanganan 2,71 juta ton/tahun, sekitar 2,9 juta ton/tahun sampah masih belum terkelola.
Peran Publik dan PLTSa Jatim
Sebelum ke TSIP, Gubernur Khofifah bertemu dengan National Environment Agency (NEA) Singapura. NEA menekankan pentingnya kontribusi publik, terutama dalam pemilahan sampah, sebagai langkah awal keberhasilan implementasi WtE.
“NEA menekankan bahwa langkah awal dari implementasi WTE adalah kontribusi publik dalam memilah sampah, sehingga dibutuhkan edukasi kepada masyarakat betapa pentingnya memilah sampah,” tutur Khofifah.
Di Jawa Timur sendiri, upaya pengelolaan sampah sudah berjalan melalui penguatan strategi edukasi pemilahan sampah, pengurangan dari sumber, penguatan daur ulang, pengembangan ekonomi sirkular, dan adopsi teknologi ramah lingkungan. Bukti konkretnya, Jatim memiliki 5.170 bank sampah dan 1.126 desa/kelurahan berstatus Berseri (Bersih dan Lestari).
Selain itu, Pemprov Jatim telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo di Surabaya yang beroperasi sejak 2001. Dua sistem utamanya adalah PLTSa Landfill Gas (memanfaatkan gas metana) dan PSEL Gasifikasi (mengubah sampah menjadi synthetic gas).
Khofifah berharap kunjungan ini menjadi awal kerja sama yang lebih kuat antara Jawa Timur dan Singapura dalam pengelolaan sampah berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan pengembangan ekonomi hijau.
“Langkah yang bisa diupayakan untuk menuju masa depan yang lebih bersih, sehat, dan tangguh bagi generasi mendatang,” pungkasnya.***