23.5 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasKampanye Kotak Kosong Pilkada 2024, Direktur DEEP: Tak Bisa Dipidanakan

Kampanye Kotak Kosong Pilkada 2024, Direktur DEEP: Tak Bisa Dipidanakan

Kotak kosong
Direktur DEEP Neni Nur Hayati menyebut kampanye kotak kosong bukan pelanggaran. Foto:IST

MAKLUMATKampanye kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah tidak bisa disalahkan apalagi dipidanakan. Sebab, hal itu sebagai bentuk dari kebebasan berbicara, dan kebebasan berekspresi sebagai warga negara.

“Jadi jangan disalahkan, apalagi kemudian dipidanakan. Karena kampanye kotak kosong ataupun coblos 3 pasangan calon (seperti) yang terjadi di DKI Jakarta,” ungkap Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati kepada Maklumat.ID, Kamis (26/9/2024).

Neni menjelaskan, saat ini ada 41 daerah calon tunggal dari total 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota yang menggelar Pilkada serentak 2024. Tidak sedikit dari masyarakat yang mengampanyekan kotak kosong. Kasus calon tunggal melawan kotak kosong telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Pilkada Pasal 54 ayat (1).

“Kalau perolehan suaranya kurang dari 50 persen (atau menang kotak kosong) maka pasangan kandidat yang kalah itu bisa mendaftar kembali di pemilihan baru pada tahun berikutnya,” sebutnya.

Bila Kotak Kosong Menang, Diulang Tahun 2025 

Neni menegaskan, KPU dan DPR telah menyepakati jika dalam Pilkada serentak 2024 dengan calon tunggal ternyata dimenangkan oleh kotak kosong, maka proses Pilkada akan diulang kembali pada tahun berikutnya, yakni 2025.

“Nah, menurut saya ini menjadi kesempatan yang sangat baik karena kita tau ya pemilih kita itu tidak semua itu pro terhadap calon tunggal yang itu adalah satu-satunya. Masyarakat banyak kontroversi dengan calon tersebut, tidak sesuai dengan harapan masyarakat,” tandasnya.

“Jadi masyarakat tentu bisa memilih apakah memilih calon tersebut ataukah kotak kosong sebagai jalan terbaik untuk menghasilkan demokrasi yang sehat,” tambah Neni.

Preseden Buruk Demokrasi

Neni menilai, munculnya calon tunggal melawan kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024 merupakan preseden buruk bagi demokrasi. Dia juga menyebut hal itu menunjukkan kegagalan partai politik (parpol) dalam mengkader.

“Misalnya di Kabupaten Ciamis, daerah saya, Provinsi Jawa Barat (Jabar) itu, bayangkan saja 18 partai politik mendukung petahana dan petahana itu tidak mau dipisahkan antara bupati dan calon wakil bupatinya,” selorohnya.

Dari situ, kata Neni, terlihat sekali ada kepentingan politik prabakti yang sudah ‘bagi-bagi kue’. Sudah membagi-bagi kekuasaan, ketika kemudian terpilih dan memang tidak mau berproses secara keras.

“Karena kemenangan sudah ada di tangan, dengan adanya tiket dari 18 partai politik, menurut saya ini perlu ada evaluasi ke depan. Jadi ketika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu ada batasan minimal pencalonan kepala daerah, ke depan perlu ada regulasi yang mengatur batasan maksimal pencalonan kepala daerah,” tegasnya.

Artinya, ambang batas bukan hanya minimal kursi ataupun minimal suara untuk bisa mencalonkan. Tetapi juga harus diatur ambang batas maksimal kursi ataupun maksimal suara untuk bisa mencalonkan paslon yang sama.

“Kenapa? Karena kalau misalnya maksimal 40 persen kursi, ya mau tidak mau partai politik yang lain (yang belum tercakup dalam 40 persen itu), harus membuka poros baru dan membuka koalisi baru, sehingga bisa menghindari calon tunggal yang sangat pragmatis dan sangat transaksional,” pungkas Neni.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer