29.4 C
Malang
Jumat, Oktober 18, 2024
KilasKasus Kebocoran Data PDN, Aribowo: Pemerintah Abai Soal Cyber Security

Kasus Kebocoran Data PDN, Aribowo: Pemerintah Abai Soal Cyber Security

Aribowo

KETUA Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Aribowo mengomentari soal kebocoran akibat serangan ransomware data di Pusat Data Nasional (PDN).

Menurut dia, hal itu membuktikan pemerintah telah abai terhadap persoalan cyber security (keamanan dunia siber), yang itu berakar pada tata kelola atau manajemen birokrasi dan pemerintahan yang kurang bagus.

Aribowo menyebut, di rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden, hanya beberapa kementerian saja yang tampak cukup bagus kinerjanya, selebihnya biasa-biasa saja bahkan cenderung pasif dan tidak tau harus bagaimana.

“Manajemen pemerintahan kita di rezim Jokowi nggak bagus, hanya beberapa kementerian saja yang bagus kinerjanya, seperti kementerian keuangan yang menonjol, karena ada Sri Mulyani, kalau bukan Sri Mulyani nggak tau itu kemenkeu akan jadi apa,” kelakarnya kepada Maklumat.id, Sabtu (29/6/2024).

“Yang lain cenderung biasa saja, nggak begitu maksimal, terlalu bertumpu pada birokrasi, yang akibatnya mungkin terjadi kebingungan, apalagi digital itu kan hal yang cukup baru dan sangat cepat perkembangannya. Kalau orang yang gak paham ya akibatnya seperti itu, banyak terjadi permasalahan, termasuk kebocoran data itu,” imbuh dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

Aribowo berpendapat, kasus tersebut membuka tabir lemah dan rentannya pemerintah terhadap adaptasi ke dunia siber atau digital. Padahal, kata dia, saat ini hampir semua hal dilakukan serba digital.

Dia menilai, secara sederhana kasus kebocoran data akibat serangan siber itu menunjukkan pemerintah tidak memiliki mitigasi resiko yang bagus.

“Lha jangankan suatu negara, kita saja handphone, akun medsos saja, yang orang-orang biasa itu banyak yang kena hack. Apalagi ini negara, yang punya banyak data apa pun, kok tidak ada back up datanya misalnya, ini kan masalah serius,” tandasnya.

“Bukan hanya soal bagaimana bisa menahan serangan siber itu dan memastikan keamanan data dari serangan, tapi kan juga apakah data itu misalkan betul-betul jebol nggak bisa nahan serangan, lalu data itu bagaimana kalau kita nggak punya back up, apa dibiarkan begitu saja kita kehilangan data penting yang begitu banyak?” sambung Aribowo.

Lebih lanjut, Aribowo menyorot soal birokrasi di Indonesia yang menurutnya masih didominasi oleh kalangan tua, yang sebagian tidak memahami dunia siber dan memiliki kepentingan tertentu. Padahal sumberdaya manusia (SDM) Indonesia di bidang siber sangat melimpah, pintar-pintar dan banyak dari kalangan muda.

“SDM kita sebenarnya punya banyak, lumayan jago-jago, dan itu mereka banyak yang muda-muda. Tapi birokrasi kita, pemerintahan kita kan sebagian besar diisi orang-orang lama, orang-orang tua, mereka yang muda-muda ini tidak mendapatkan ruang. Kadang juga memang yang mengerjakan itu anak-anak muda, tapi pimpinannya, yang mengelola itu kan orang-orang tua, orang lama, seringkali berbeda kepentingannya,” kata dia.

“Bahkan, kadang-kadang mereka yang tua-tua ini, pimpinan-pimpinan birokrasi ini seolah-olah dalam Bahasa Jawa itu nggampangne (menganggap mudah), ngentengne (menganggap ringan) permasalahan-permasalahan itu. Akhirnya yang muda-muda itu yo wis manut wae opo jare (ya sudah ikut saja apa kata) pimpinan,” tambah Aribowo.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah Ismail Fahmi juga menyayangkan terjadinya kebocoran data akibat serangan siber di PDN. Menurut dia, hal itu tidak bisa dilihat sebagai suatu peristiwa yang biasa.

“Serangan yang terjadi di Pusat Data Nasional ini bukan hanya sekadar insiden biasa, tetapi sudah mengakibatkan jatuhnya sistem digital atau sistem siber Indonesia,” jelasnya, Kamis (27/6/2024).

Menurut Founder Drone Emprit itu, Muhammadiyah yang memiliki jaringan Pendidikan, rumah sakit, perguruan tinggi, panti asuhan, dan sebagainya yang tersebar di seluruh Indonesia, juga turut menjadi korban atas kebocoran data tersebut.

Permasalahan serangan siber itu pun semakin pelik lantaran pemerintah ternyata tidak memiliki back up terhadap sejumlah data yang terkena serangan tersebut.

Ismail menilai terdapat kesalahan atau kekurangan dalam hal perencanaan pemerintah ketika membentuk PDN, termasuk soal back up data sebagai cadangan.

“Semua orang diminta datanya di PDN, tetapi pemerintah tidak memiliki backup data untuk itu, mengapa di perencanaannya tidak memikirkan sistem backup, dan manajemen resiko yang akan terjadi,” jelasnya.

“Pemerintah dalam mengatasi masalah PDN ini harus berkomunikasi dengan jujur dan terbuka kepada masyarakat. Serta berharap Pemerintah dengan segera menyusun kembali sistem siber yang lebih komprehensif dengan melibatkan expert dari berbagai pihak yang transparan,” imbuh pria yang juga Founder Media Kernels itu.

Sebagai informasi, PDN mengalami serangan siber sejak Kamis (20/6/2024). Serangan tersebut mengakibatkan gangguan terhadap sejumlah layanan, dan juga membuat data milik kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di PDN terkunci dan tersandera oleh peretas.

Reporter: Ubay NA 

Editor: Aan Hariyanto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer