MAKLUMAT – Lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur mendorong Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur ({Pemprov Jatim) mengambil langkah konkret dengan menggratiskan layanan visum di 14 rumah sakit milik pemprov.
Penasehat Fraksi PDIP DPRD Jatim, Dr. Sri Untari Bisowarno, menegaskan bahwa visum merupakan dokumen kunci dalam proses hukum kasus kekerasan seksual, namun masih sulit diakses korban karena kendala biaya. Kondisi ini dinilai memperburuk situasi, terutama di tengah meningkatnya angka kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak.
“Visum dan pemeriksaan forensik seperti tes DNA itu kebutuhan mendasar korban. Karena itu harus gratis dan dibiayai APBD, khususnya bagi warga miskin dan pra-sejahtera,” tegas Sri Untari, Senin (8/12/2025).
Sri Untari yang juga Ketua Komisi E menilai, pemerintah wajib menunjuk sedikitnya 14 rumah sakit rujukan yang memberikan layanan visum gratis sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap korban kekerasan. Ia menekankan, penanganan korban tidak boleh berhenti pada pelaporan, tetapi harus ditopang pelayanan medis dan hukum yang tidak membebani korban secara finansial.
Selain visum, Sri Untari menegaskan bahwa Raperda Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak yang tengah dibahas juga mengamanatkan pemulihan menyeluruh bagi korban. Ini meliputi rehabilitasi psikologis, pendampingan sosial, hingga pemulihan ekonomi.
“Korban banyak yang kehilangan rasa aman, kepercayaan diri, bahkan mata pencaharian. Raperda ini diarahkan agar pemulihan dilakukan sampai tuntas,” ujarnya.
Sri Untari juga mengungkapkan keprihatinan terhadap meningkatnya kekerasan yang menimpa pelajar SD, SMP, dan SMA. Yang paling mencemaskan, sebagian besar kasus terjadi di lingkungan keluarga.
“Keluarga harusnya tempat paling aman, tapi justru banyak kekerasan di sana. Ini perlu kewaspadaan bersama,” tegasnya.
Sekolah turut didorong lebih proaktif melalui optimalisasi Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Sekolah (TPPKAS). Meski masih baru, Sri Untari menilai keberadaan tim ini penting untuk deteksi dan penanganan dini di lingkungan pendidikan.
“Di lapangan, sekolah cukup serius, hanya saja masih mencari pola karena timnya masih baru,” pungkas politisi asal Dapil Malang Raya tersebut.