KEMENTRIAN Luar Negeri (Kemlu) RI meminta warga negara Indonesia (WNI) tidak melakukan perjalanan ke Lebanon, Iran, maupun Israel untuk sementara waktu. Imbauan tersebut dikeluarkan lantaran eskalasi konflik yang kian meningkat di wilayah tersebut.
Kemlu RI dalam dalam laman resminya meminta agar WNI yang menetap di Lebanon untuk segera meninggalkan negara tersebut. Setidaknya sampai situasi dan keamanan negara tersebut dinyatakan membaik.
“Mencermati perkembangan kawasan Timur Tengah akhir-akhir ini, demi keselamatan dan keamanan, kami mengimbau kepada Warga Negara Indonesia (WNI) untuk sementara waktu tidak melakukan perjalanan ke Lebanon, Iran dan Israel, sampai kondisi keamanan membaik,” bunyi pernyataan resmi Kemlu RI seperti dikutip, Senin (5/8/2024).
“Khusus bagi WNI di wilayah Lebanon diimbau untuk dapat segera meninggalkan wilayah Lebanon,” sambungnya.
Demi keselamatan dan keamanan, Kemlu turut meminta WNI untuk senantiasa mengikuti langkah-langkah kontingensi. Di mana mereka telah diarahkan oleh Perwakilan RI di negara tempat mereka menetap. Mereka turut menyertakan informasi kontak Perwakilan RI atau KBRI yang dapat dihubungi WNI apabila membutuhkan bantuan.
KBRI Beirut, Lebanon (+961-7-0817-310), KBRI Tehran, Orang (+989-0-2466-8889), KBRI Amman, Yordania (+962-7-7915-0407), serta Direktorat Pelindungan WNI (+62-812-9007-0027).
“Kami mengimbau kepada para WNI yang berada di wilayah tersebut. Agar terus meningkatkan kewaspadaan,” tulis pernyataan Kemlu RI.
Terbaru, Kemlu RI juga meminta para WNI di Lebanon untuk segera meninggalkan wilayah Lebanon secara mandiri dengan menggunakan penerbangan komersial yang masih beroperasi. Sebab, sejumlah maskapai penerbangan internasional sudah mulai menangguhkan penerbangannya. Baik dari maupun ke Lebanon, termasuk dari dan ke Iran maupun Israel.
Sementara itu, bagi WNI yang berada atau mendiami bagian Lebanon selatan, Kemlu meminta agar mereka berlindung di safe house KBRI Beirut. “Bagi para WNI yang berada di Lebanon Selatan disarankan untuk sementara waktu berlindung di Safe House KBRI Beirut. Dalam situasi darurat agar segera menghubungi hotline KBRI Beirut,” tandasnya.
Eskalasi konflik bersenjata antara Israel dengan gerakan Hizbullah di Lebanon semakin meningkat. Menyusul serangan roket di Dataran Tinggi Golan pada 27 Juli 2024 lalu. Serangan menewaskan 12 orang.
Menyusul itu, konflik semakin memanas usai Israel mengaku bertanggung jawab atas terbunuhnya salah seorang Komandan Utama Senior Hizbullah, Fuad Shukr melalui serangan udara di selatan Beirut, Lebanon pada Selasa (30/7/2024). Jual-beli serangan antara tentara Israel dan pejuang Hizbullah terjadi hampir setiap hari. Hizbullah bersumpah akan membalas dendam atas kematian Shukr.
Sehari kemudian, Rabu (31/7/2024) dini hari waktu setempat, Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh tewas di kediamannya di Tehran, Iran. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran menyebut kematian petinggi Hamas itu didalangi oleh Israel yang didukung Amerika Serikat (AS).
Haniyeh, dalam rilis IRGC, tewas oleh sebuah ledakan yang bersumber dari proyektil yang ditembakkan dari jarak dekat dengan hulu ledak seberat 7 kilogram. Pemimpin-pemimpin Iran menegaskan akan segera melakukan serangan balasan terhadap Israel dalam waktu dekat.
Bahkan, sejumlah laporan media-media barat dan AS menyebut, kemungkinan serangan balasan Iran bakal lebih besar dan tidak terduga daripada serangan terakhir Iran ke sejumlah target di Israel pada April 2024 lalu, yang melibatkan lebih dari 300 drone serang, rudal jelajah, hingga rudal balistik.
Reporter: Ubay NA