MAKLUMAT — Mudzakarah Perhajian Indonesia yang berlangsung 7-9 November 2024 di Bandung, Jawa Barat, menghasilkan sejumlah keputusan hukum baru terkait pelaksanaan ibadah haji.
Keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia antara lain,investasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sah untuk jemaah lain, kemudian dam bisa disembelih di Indonesia.
Keputusan-keputusan ini dibacakan oleh Dr. KH Aris Ni’matullah dari Pesantren Buntet Cirebon dalam acara penutupan.
Mudzakarah Perhajian Indonesia seperti dilansir laman Kemenag, Sabtu (9/11), dihadiri oleh para ahli fikih dari berbagai ormas, akademisi, serta praktisi haji. Kegiatan ini turut diikuti oleh Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Bidang di Kanwil Kemenag Provinsi.
Untuk diketahui, Mudzakarah adalah pertemuan ilmiah yang bertujuan untuk menyampaikan bahan pelajaran atau bertukar pikiran mengenai suatu masalah.
Ada tiga isu utama yang menjadi pokok bahasan dalam mudzakarah. Pokok bahasan yakni, hukum penggunaan hasil investasi dana setoran awal BPIH untuk membiayai haji jemaah lain, skema tanazul atau meninggalkan mabit di Mina, serta hukum penyembelihan dan distribusi hewan dam di luar tanah haram.
Penggunaan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH
KH Aris Ni’matullah menjelaskan bahwa pemerintah boleh menggunakan hasil investasi setoran awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayai haji jemaah lain yang berangkat pada tahun berjalan.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” ujarnya.
Namun, KH Aris menekankan bahwa persentase pemanfaatan hasil investasi ini harus mempertimbangkan kemaslahatan baik untuk jemaah yang masih dalam daftar tunggu maupun jemaah yang berangkat pada tahun berjalan.
“Pemanfaatan ini harus menjamin keberlanjutan dana haji dalam jangka panjang dan tetap memberikan keamanan bagi hak-hak jemaah haji dalam daftar tunggu,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa pengelolaan dana oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus memperhatikan prinsip syari’ah, prioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur.
Tanazul di Mina
Terkait tanazul atau izin meninggalkan mabit di Mina, Mudzakarah memutuskan untuk memberikan keringanan bagi jemaah yang sakit, lansia, risiko tinggi, disabilitas, serta para pendamping dan petugas yang bertugas. Mereka diperbolehkan untuk kembali ke hotel di Makkah dan tidak diwajibkan mabit di Mina.
“Bagi jemaah dalam kondisi udzur seperti sakit, lansia, atau risiko tinggi, serta para pendampingnya, mereka boleh meninggalkan mabit di Mina. Ibadah hajinya sah dan mereka tidak dikenakan dam,” ujar KH Aris.
Penyembelihan dan Pembagian Dam di Luar Tanah Haram
Mudzakarah juga menetapkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging dam di luar tanah haram, termasuk di Indonesia, boleh dilakukan.
KH Aris Ni’matullah menyatakan bahwa pemerintah direkomendasikan untuk membuat pedoman tata kelola dam yang jelas untuk jemaah haji, termasuk aturan penyembelihan dan distribusi di luar tanah haram.
Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan hasil keputusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum dan bimbingan manasik haji yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).