MAKLUMAT — Perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi sekadar isu teknologi. Ia telah menjelma sebagai faktor strategis yang menentukan peta kekuatan ekonomi global. Negara yang mampu mengadopsi AI secara cepat dan merata diyakini akan melesat dalam produktivitas, efisiensi, dan daya saing.
Pakar Ekonomi Makro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Faiza Husnayeni Nahar, SE., M.Ec., menyebut penetrasi AI tengah mengubah lanskap ekonomi dunia secara drastis. Mereka yang terlambat beradaptasi, kata dia, berpotensi tertinggal dalam kompetisi global.
“Di beberapa negara, kita sudah melihat robot resepsionis hotel, customer service berbasis AI, hingga robot pelayan restoran. AI bahkan menjadi solusi bagi negara yang mengalami kekurangan tenaga kerja seperti Jepang,” ujar Faiza seperti dilansir laman UMY, Senin (24/11/2025).
Faiza menegaskan, AI kini menjadi indikator penting dalam penyusunan arah kebijakan ekonomi nasional. Integrasi teknologi secara inklusif akan memberi keuntungan besar bagi produktivitas dan inovasi.
“AI bukan hanya teknologi. Ia adalah penentu kekuatan ekonomi suatu negara. Jika diadopsi secara merata, dampaknya akan terlihat pada peningkatan inovasi dan efisiensi lintas sektor,” tuturnya.
Dalam industri manufaktur, robot berbasis AI terbukti mampu menekan biaya operasional dengan menggantikan pekerjaan manual. Sementara di sektor pertanian, teknologi AI dapat membaca kondisi cuaca, tanah, hingga memantau kesehatan tanaman secara real-time melalui drone. Pemanfaatan ini membuat proses produksi lebih presisi dan minim kesalahan.
Namun, Faiza mengingatkan bahwa peluang besar AI diiringi risiko yang tidak kecil, khususnya bagi pelaku UMKM. Persaingan harga yang semakin transparan melalui platform digital berpotensi menekan pelaku usaha lokal yang belum siap bersaing dari segi kualitas maupun strategi pemasaran.
Karena itu, ia menilai pemerintah harus mengambil langkah taktis agar pemanfaatan AI tidak memperlebar jurang kesenjangan sosial maupun ekonomi. Penguatan SDM dinilai menjadi kunci utama.
“Kebijakan yang harus diprioritaskan antara lain literasi digital di dunia pendidikan, penguatan SDM agar adaptif, investasi infrastruktur internet cepat, serta regulasi AI yang etis dan transparan,” katanya.
Menurutnya, arah Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 sangat ditentukan oleh konsistensi implementasi kebijakan teknologi. Ia pun memberi pesan khusus bagi generasi muda agar tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga kreator dan pengembangnya.
“Kita boleh dimanjakan oleh limpahan informasi, tetapi generasi muda harus memiliki pemahaman yang utuh. Tingkatkan literasi digital dan ekonomi, kembangkan keterampilan adaptif, dan beranilah berinovasi,” pungkasnya.***