MAKLUMAT – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur menjadi sorotan tajam Komisi B DPRD Jatim dalam laporan pembahasan Perubahan APBD (P-APBD) 2025. Meski anggaran belanja meningkat, kinerja dinas tersebut dipertanyakan karena dinilai belum mampu menjawab persoalan pangan dan kesejahteraan petani.
Dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Selasa (2/9/2025) kemarin, anggota Komisi B Wiwin Sumrambah menegaskan dukungan Pemprov Jatim terhadap program ketahanan pangan nasional masih lemah dan belum berpihak pada petani.
“Alokasi anggaran daerah seharusnya berpihak pada rakyat dan menjadi instrumen kesejahteraan. Namun, faktanya masih banyak petani yang belum merasakan manfaat itu,” ujar Wiwin, politisi PDIP dari Dapil Mojokerto-Jombang.
Komisi B juga menyoroti lemahnya pengelolaan aset lahan oleh Dinas Pertanian. Sejumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) diketahui membiarkan lahan idle, bahkan ada yang disewakan kepada pihak swasta non-pertanian.
Selain itu, program penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern dinilai tidak maksimal, sehingga membuat minat generasi muda terjun ke dunia pertanian kian rendah karena masih identik dengan cara-cara konvensional.
“Dengan pola seperti ini, bagaimana mungkin ketahanan pangan bisa tercapai? Pemprov seharusnya hadir dengan program yang solutif, bukan sekadar formalitas,” tegas Wiwin.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Komisi B memberikan 5 rekomendasi strategis, yakni:
Gubernur Jatim diminta mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Menambah anggaran Rp75 miliar untuk bantuan alsintan pra-panen dan pasca-panen. Meningkatkan kinerja seluruh komponen agar kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB lebih optimal. Mendorong inovasi program pertanian, baik on farm maupun off farm, guna meningkatkan nilai tambah. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan idle milik Dinas Pertanian agar produktif untuk tanaman pangan dan hortikultura.
Wiwin menegaskan, Gubernur Jawa Timur harus segera turun tangan dengan kebijakan yang berpihak pada petani. Jika tidak, program percepatan swasembada pangan nasional dikhawatirkan hanya menjadi jargon tanpa realisasi nyata di daerah.
“Petani adalah ujung tombak ketahanan pangan. Tanpa dukungan anggaran dan program konkret, kesejahteraan mereka terancam dan Jawa Timur bisa gagal menopang ketahanan pangan nasional,” pungkasnya.