Kisah Laura Amandasari, Mahasiswa Kristen yang Temukan ‘Rumah Kedua’ di UMSU

Kisah Laura Amandasari, Mahasiswa Kristen yang Temukan ‘Rumah Kedua’ di UMSU

MAKLUMAT — Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) kembali menunjukkan komitmennya sebagai kampus yang menjunjung tinggi toleransi. Kisah ini datang dari Laura Amandasari, mahasiswa Kristen Protestan yang baru saja diwisuda dari Fakultas Hukum UMSU, Selasa (8/7/2025) lalu.

Laura mengaku sempat ragu untuk memilih UMSU. Sebagai anak dari keluarga Kristen Protestan, ia khawatir soal perbedaan keyakinan yang mungkin menjadi hambatan selama kuliah.

“Awalnya saya ragu karena perbedaan, tetapi saya justru menemukan rumah kedua di UMSU. Kampus ini tidak hanya menjadikan toleransi sebagai jargon, tetapi sebagai praktik nyata,” ungkapnya ketika menyampaikan pidato di hadapan para wisudawan UMSU, yang disiarkan kanal YouTube Cerita UMSU.

Aktif di Organisasi Kemahasiswaan

Selama kuliah, Laura bukan hanya aktif dalam perkuliahan, tetapi juga di organisasi kemahasiswaan. Ia menjabat sebagai Sekretaris Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum UMSU untuk periode 2023-2024.

Laura menegaskan bahwa dirinya tidak sendiri. Banyak mahasiswa non-muslim lainnya yang juga menempuh pendidikan di UMSU tanpa mengalami diskriminasi. Menurutnya, kampus benar-benar menerapkan keadilan dan toleransi secara nyata.

“Saya Laura Amandasari mahasiswa Kristen Protestan. Di sini saya bukan mewakili diri saya sendiri tentunya, tapi juga ingin menyuarakan kisah saya yang saya yakin mewakili teman-teman sekalian,” tambahnya.

Kualitas Unggul, Toleransi Terjaga

Laura menceritakan, alasan utama dirinya memilih UMSU karena akreditasi kampus yang sudah unggul. Ia mengaku mengikuti saran gurunya saat SMA untuk tidak ‘downgrade’ dalam memilih kampus.

Baca Juga  Khofifah: Pendidikan Muhammadiyah Bagian Terintegrasi Siapkan Generasi Emas 2045

Namun, kekhawatiran tetap menghantuinya di awal kuliah, terutama soal penerimaan dirinya sebagai mahasiswa non-muslim di kampus Muhammadiyah. Bahkan, orang tuanya sempat cemas.

“Pak, aku enggak dikucilkan. Aku diterima di sini. Dan memang benar kekhawatiran saya pelan-pelan itu terbukti. Karena apa? saya diterima memang dan bapak saya mulai memahami bahwa di sini tidak ada ruang untuk diskriminasi,” kenangnya.

Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi Laura ialah saat program wakaf Al-Quran pada Ramadan 2024. Baginya, itu bukan sekadar kegiatan keagamaan, tetapi juga simbol kebersamaan.

“Bagi saya teman-teman, ini bukan pengalaman lintas iman saja, tapi bagaimana kita belajar tentang kebersamaan, toleransi, dan kemanusiaan. Sebab akhirnya yang paling dikenang adalah bukan pencapaian atau kebaikan, tapi kebaikan yang tertinggal saat kita pergi,” ujarnya.

Toleransi Tak Sekadar Slogan

Lebih lanjut, Laura menegaskan bahwa toleransi di UMSU bukanlah sekadar slogan, namun telah terinternalisasi dan terimplementasi dengan baik di lingkungan keluarga besar UMSU dan Muhammadiyah.

“Jika teman-teman pernah mendengar kalimat toleransi di kampus kita, ini bukan hanya sebuah jargon tapi nilai indah diimplementasikan oleh Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara,” tuturnya.

Bagi Laura, UMSU telah memberinya lebih dari sekadar ilmu. Ia belajar tentang rasa hormat, kasih, dan toleransi—nilai-nilai yang ia yakini menjadi pondasi penting untuk membangun peradaban damai di masa depan.

Baca Juga  Gencatan Senjata yang Disambut dengan Isak Tangis dan Sorak Sorai di Gaza

“Karena sampai detik ini saya wisuda, saya masih sebagai seorang Kristen Protestan di tengah-tengah ramainya wisudawan muslim di Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara,” pungkas Laura.

*) Penulis: Ubay NA

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *