MAKLUMAT — Fenomena klientelisme kembali mencuat sebagai salah satu tantangan besar bagi integritas demokrasi di Indonesia menjelang Pilkada Serentak 2024. Klientelisme, yang merupakan bentuk korupsi politik, memainkan peran krusial dalam hubungan patron-client.
Dalam praktik ini, elite politik memanfaatkan kekuasaan mereka dengan menawarkan berbagai janji dan imbalan kepada pemilih untuk mendapatkan dukungan politik.
Jurnal Antikorupsi INTEGRITAS yang ditulis oleh Ramadhan dan Oley (2019) menyatakan bahwa klientelisme merupakan fenomena sosial-politik yang sangat relevan dalam pemilihan umum di Indonesia. Praktik ini, menurut mereka, sering kali mencerminkan kompetisi kekuasaan antara dinamika demokratisasi dan distorsi oligarki.
Mengapa Klientelisme Masih Langgeng?
Ada dua alasan utama mengapa klientelisme terus berlangsung, terutama dalam konteks demokrasi:
- Tidak Terpenuhinya Hak-Hak Kewarganegaraan Ketika hak-hak yang dijanjikan oleh elit politik tidak terealisasi, rakyat sering kali memilih untuk terlibat dalam transaksi relasi kuasa dengan imbalan material langsung. Ini mengarah pada mekanisme kontrol yang kurang efektif terhadap hak-hak kewarganegaraan.
- Faktor Saling Menguntungkan Klientelisme terjadi karena adanya saling menguntungkan antara pejabat publik dan pemilih. Pejabat publik mendapatkan dukungan yang dibutuhkan untuk mencapai dan mempertahankan posisi mereka, sementara pemilih mendapatkan akses ke berbagai keuntungan seperti pekerjaan, bantuan sosial, dan perlindungan ekonomi-politik.
Dampak Negatif Klientelisme
Klientelisme membawa dampak negatif yang signifikan bagi sistem demokrasi:
- Kerusakan pada Tatanan Politik Janji dan imbalan materi yang digunakan dalam klientelisme merusak prinsip dasar demokrasi. Pemilih tidak lagi membuat keputusan berdasarkan visi dan misi kandidat, tetapi berdasarkan imbalan yang dijanjikan.
- Pendistribusian Sumber Daya Publik Calon pejabat yang terlibat dalam klientelisme sering kali mendistribusikan anggaran publik kepada kelompok-kelompok tertentu, termasuk pendukung yang telah bertransaksi dengan mereka. Ini menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya publik.
Strategi Menghindari Klientelisme
Untuk mencegah praktik klientelisme, Ramadhan dan Oley (2019) merekomendasikan empat strategi:
- Mengketatkan Pengawasan Pasca Pemilu. Penegak hukum perlu memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan program pasca pemilu untuk memastikan bahwa janji-janji politik terealisasi.
- Mengadakan Mekanisme Pengawasan. Mekanisme dan platform pengawasan yang bersifat mengakar harus diadakan untuk memantau transaksi politik.
- Reformasi Regulasi. Regulasi yang mengatur hubungan patron-klien perlu direformasi untuk mengurangi potensi terjadinya klientelisme.
- Pengawasan Ketat pada Masa Reses. Pengawasan yang ketat terhadap kegiatan politik pada masa reses dapat membantu mencegah praktik klientelisme.
Peran Pemilih dalam Menghindari Klientelisme
Sebagai pemilih dalam Pilkada Serentak 2024, penting untuk menolak pemberian uang atau barang serta janji-janji yang ditawarkan kandidat. Memilih kandidat berdasarkan visi dan misi mereka, bukan berdasarkan imbalan yang dijanjikan, akan membantu mengurangi praktik klientelisme dan memperkuat integritas demokrasi di Indonesia.
Dengan memahami dan menghindari klientelisme, masyarakat dapat berkontribusi pada terciptanya sistem politik yang lebih bersih dan adil.