MAKLUMAT – Temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) soal kelebihan muatan menjadi pemicu tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, memicu reaksi keras dari DPR RI. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, mendesak pemerintah menyeret kasus ini ke ranah pidana.
“KNKT menyebut muatan kapal melebihi kapasitas hingga 300 persen. Ini bukan sekadar kelalaian biasa. Pemilik kapal dan kru harus bertanggung jawab. Pemerintah tidak boleh tinggal diam,” tegas Huda dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).
KNKT sebelumnya mengungkap hasil investigasi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya pada Rabu (2/7/2025). Hasil penyelidikan menyebut kapal membawa muatan hingga 538 ton, jauh melampaui kapasitas maksimal 138 ton. Selain itu, kendaraan di dalam kapal tidak terikat (tidak dilashing). Tragedi itu menyebabkan 19 orang tewas dan belasan lainnya masih hilang.
Huda menilai kejadian ini masuk kategori pelanggaran pidana berat. Ia menyebut Pasal 359 dan 360 KUHP bisa menjerat pihak yang lalai hingga menimbulkan korban jiwa. Pasal tersebut mengatur hukuman pidana maksimal lima tahun bagi pelaku kelalaian yang mengakibatkan kematian atau luka berat.
“Jika terbukti lalai dan menyebabkan korban jiwa, negara harus menjatuhkan hukuman pidana. Tidak cukup hanya mencabut izin atau memberi denda. Ini tragedi besar yang harus ditindak tegas,” ujar politikus PKB itu.
Tindak Pidana
Ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran. Pasal 302 menyebut nahkoda yang mengoperasikan kapal tidak laik laut bisa dipidana tiga tahun dan didenda Rp400 juta. Jika insiden menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil, hukumannya naik menjadi sepuluh tahun dan denda Rp1,5 miliar.
“Pemerintah wajib menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Jangan ada intervensi. Proses pidana harus berjalan jika kita tidak ingin tragedi seperti ini terulang,” tegas Huda.
Politikus asal Jawa Barat itu meminta aparat menindak tegas semua pihak yang lalai. Menurutnya, temuan KNKT menjadi bukti kuat bahwa kecelakaan ini bukan musibah biasa, tapi kelalaian yang bisa dihukum.
“Keselamatan transportasi laut harus jadi prioritas. Tapi faktanya, kapal tetap diizinkan berlayar meski kelebihan muatan tiga kali lipat. Ini pelanggaran serius. Harus ada efek jera,” pungkasnya.