MAKLUMAT — Tiga hari sudah Ahmad Faiz Yusuf mendekam di tahanan. Pelajar asal Prambon, Nganjuk itu ditangkap polisi setelah dituduh menyebarkan berita bohong. Ironisnya, polisi juga menyita tiga buku miliknya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pegiat Literasi (KMS-PL) langsung bereaksi. Mereka menilai penangkapan Faiz berlebihan dan menjadi preseden buruk bagi tradisi literasi di Indonesia.
Kasus penangkapan Faiz langsung menjadi sorotan publik. Pegiat literasi dan masyarakat sipil di Kediri, Surabaya, Jombang, Malang, hingga Nganjuk menilai tindakan aparat berlebihan. Mereka menyoroti penyitaan tiga buku milik Faiz, yang dianggap bagian dari kebebasan berpikir dan ekspresi.
Direktur LBH Advokasi Publik PDM Muhammadiyah Nganjuk, Anang Hartoyo, Kamis (25/9/2025) resmi mengajukan penangguhan penahanan Faiz. Anang menegaskan bahwa proses hukum yang dijalani pelajar ini telah mencederai nilai kemanusiaan.
“Penahanan ini jelas menghalangi hak Faiz untuk sekolah. Padahal UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 menegaskan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan,” tegas Anang.
Anang menilai penyitaan buku, catatan, poster, dan isi percakapan Faiz adalah serangan terhadap kebebasan berpikir. “Jika itu dianggap alat kejahatan, maka sesungguhnya yang diserang adalah kebebasan berpikir. Ini bukan penegakan hukum, tapi pembungkaman yang dibungkus pasal,” tambahnya. Anang juga menegaskan bahwa penangkapan Faiz tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Sementara itu, Humas Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pegiat Literasi (KMS-PL), Fahmi, menyebut Faiz merupakan pelajar yang aktif menulis dan mengangkat isu pendidikan. Dalam tulisan terakhirnya, Faiz menyoroti kasus pelanggaran HAM terbanyak hingga 2022, yaitu hak atas kesejahteraan. Faiz menilai pendidikan mengenai HAM di sekolah tidak diajarkan secara utuh, bahkan menanamkan bibit-bibit pelanggaran HAM di generasi berikutnya.
“Penangkapan Faiz ini menjadi duka bagi pegiat literasi. Kami berharap tidak ada lagi pegiat literasi yang ditangkap setelah ini,” kata Fahmi. Ia menambahkan, hingga kemarin lebih dari 20 organisasi dan komunitas sudah menyatakan solidaritas terhadap Faiz dan bergabung dalam KMS-PL. Dukungan moral terus mengalir untuk pelajar sekaligus pegiat literasi ini.
Kasus Faiz menjadi peringatan bagi aparat dan publik mengenai pentingnya menjaga kebebasan berpikir dan hak pendidikan. Polisi menyita tiga buku milik Faiz saat penangkapan, yang semakin menegaskan bahwa yang diserang bukan sekadar pelajar, tapi tradisi literasi di masyarakat.***