KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia bisa memberikan data perolehan suara yang akurat dalam pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024. Sebab, itu merupakan hak dari masyarakat untuk bisa mendapatkan informasi publik yang akurat.
“Karena itu bagian dari keterbukaan informasi publik, hak atas informasi yang memang menjadi hak publik; informasi itu harus akurat,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi seperti dilansir Antaranews.com, Kamis (22/2/2024).
Menurut Mantan Anggota KPU RI periode 2017-2022 itu, KPU harus melakukan perbaikan sistem dengan cepat sebagai respon terkait Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di situs resmi KPU yang tidak mempublikasikan data jumlah suara peserta pemilu dengan tepat beberapa hari lalu. Hal itu untuk memastikan informasi tentang pemilu 2024 akurat.
“Dengan diperbaikinya sistem penerimaan data tersebut, kami yakin KPU akan berperan memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan informasi tentang pemilu,” tegas pria yang juga menjabat sebagai ketua Tim Pemantauan Pemilu 2024.
Sebelumnya, anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan pihaknya akan mengevaluasi infrastruktur hingga sumber daya manusia (SDM) petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), terkait kesalahan data antara Form C hasil yang diunggah ke Sirekap dengan data di tempat pemungutan suara (TPS).
“Sistem itu akan sangat tergantung bagi manusianya, apa pun jenis sistem informasi yang digunakan akan juga sangat tergantung bagi penggunanya. Oleh karena itu, ini menjadi bagian evaluasi KPU,” kata Betty di Gedung KPU RI, Jakarta, Senin (19/2/2024) lalu.
Betty mengatakan pengunggahan data yang dilakukan petugas KPPS di setiap TPS memerlukan infrastruktur memadai, seperti telepon genggam atau ponsel hingga jaringan internet cepat. Sebab, data Form C hasil tersebut harus difoto menggunakan gawai setiap anggota KPPS. Kemudian, foto tersebut dimasukkan ke dalam situs Sirekap.
“Sirekap diketahui menggunakan teknologi pengenalan tanda optis atau optical mark recognition (OMR) dan pengenalan karakter optis atau optical character recognition (OCR).
Teknologi itu memungkinkan untuk mengenali pola tulisan manual dan dapat diterjemahkan sebagai nilai angka. Dengan demikian, angka berupa tulisan dapat di foto langsung dikonversikan menjadi data numerik di Sirekap. Permasalahan terjadi ketika teknologi Sirekap itu tidak bisa mendeteksi foto tulisan angka dengan baik, sehingga terjadi perbedaan data numerik,” jelasnya. (*)
Editor: Aan Hariyanto