MAKLUMAT — Konsul Jenderal (Konjen) Jepang di Surabaya, Takonai Susumu, melakukan kunjungan resmi perdana ke Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Jalan Kertomenanggal Surabaya, Selasa (8/7/2025).
Kunjungan ini menjadi langkah awal penjajakan kerja sama antara Muhammadiyah Jawa Timur dan Pemerintah Jepang, khususnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, serta pengembangan teknologi dan ketahanan pangan.
Dalam lawatan tersebut, Takonai didampingi Ishii Yutaka dan Lovi. Mereka disambut langsung oleh jajaran PWM Jatim, di antaranya Ketua PWM Jatim Prof Dr dr Sukadiono MM, Wakil Ketua Ir Tamhid Masyhudi, Dr Hidayatullah MSi, Dr Sholihin Fanani MPSDM, Bendahara drg Zainul Muslimin, serta Wakil Sekretaris Moh Mudzakkir MA PhD.
Tantangan Digitalisasi
Wakil Ketua PWM Jatim, Tamhid Masyhudi, membuka audiensi dengan menceritakan pengalamannya ketika melawat ke Jepang. Ia menyoroti ketertinggalan digitalisasi manajemen rumah sakit di Indonesia.
Tercatat, PWM Jatim sendiri mengelola sebanyak 38 rumah sakit dan 14 klinik. Selain itu, PWM Jatim juga mengelola 1049 sekolah dan delapan perguruan tinggi, yang menjadi modal besar dalam membuka peluang kerja sama konkret.
“Rumah sakit di Jepang sudah lebih maju dalam digitalisasi manajemen, ini bisa kita kembangkan di rumah sakit Muhammadiyah,” ungkap Tamhid dalam keterangan yang diterima Maklumat.id, Selasa (8/7/2025).
Sejarah kerja sama antara kedua belah pihak (PWM Jatim dan Konjen Jepang) sendiri bukanlah hal baru. Pada tahun 2013, Muhammadiyah mendapatkan bantuan untuk RS Muhammadiyah di Probolinggo.
Komitmen Muhammadiyah
Di sisi lain, Ketua PWM Jatim, Prof Dr dr Sukadiono MM, menekankan pentingnya kolaborasi internasional berbasis nilai kemanusiaan dan keterbukaan, sehingga mewujudkan pelayanan yang inklusif.
“Siapa pun yang berobat ke RS Muhammadiyah tidak ditanya agamanya. Bantuan ke Muhammadiyah berarti membantu rakyat Indonesia,” tandasnya.
Pria yang juga menjabat Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK RI itu juga menyoroti masih minimnya dosen Muhammadiyah yang bisa mendapatkan fellowship atau riset kolaboratif ke Jepang, terutama di bidang kedokteran dan kesehatan.
“Dokter spesialis kita sudah banyak, tapi dokter subspesialis masih kurang, ini tantangan untuk kerja sama lebih lanjut,” tambah Sukadiono.
Jejak Historis dan Peluang Kolaborasi

Takonai Susumu dalam kesempatan tersebut turut menyinggung kontribusi tokoh Muhammadiyah—salah satunya mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin—dalam pengembangan makanan halal di Jepang, serta program pertukaran pelajar antara pesantren Indonesia dan sekolah di Jepang.
Sementara itu, Wakil Sekretaris PWM Jatim, Mudzakkir, menambahkan bahwa hubungan antara Muhammadiyah dan Jepang memiliki dimensi historis yang panjang.
Ia mengungkapkan, banyak ilmuwan dan akademisi Jepang yang melakukan riset terkait Muhammadiyah dan gerakan-gerakannya. Salah satunya adalah Mitsuo Nakamura.
“Ada juga sejarawan Jepang seperti Mitsuo Nakamura, yang menulis tentang Muhammadiyah,” ungkap Mudzakkir.
Dalam pertemuan tersebut, Bendahara PWM Jatim drg Zainul Muslimin, menyoroti potensi konkret kerja sama untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dikelola oleh Muhammadiyah.
“Selama ini koneksi dengan industri Jepang dilakukan secara parsial. Kami harap ke depan bisa lebih terintegrasi dan resmi,” ujarnya.
Tak cuma itu, Zainul juga berharap Muhammadiyah—khususnya di Jawa Timur—bisa belajar sistem pertanian modern Jepang untuk diterapkan di Indonesia.
PWM Jatim menegaskan bahwa seluruh kerja sama internasional Muhammadiyah harus tetap melalui koordinasi satu pintu bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, agar manfaatnya lebih terarah dan berdampak luas bagi masyarakat Indonesia.
Kunjungan Takonai Susumu ke PWM Jatim ini membuka ruang bagi kolaborasi yang lebih erat antara Muhammadiyah dan Jepang—tidak hanya dalam bidang pendidikan dan kesehatan, tapi juga pengembangan teknologi dan ketahanan pangan. Dialog awal ini diharapkan berlanjut menjadi kemitraan strategis bagi kemaslahatan umat manusia.