23.2 C
Malang
Kamis, Januari 9, 2025
KilasKontroversi Poster Vulgar Film Pabrik Gula, Muhammadiyah Jawa Timur Pertanyakan Peran LSF

Kontroversi Poster Vulgar Film Pabrik Gula, Muhammadiyah Jawa Timur Pertanyakan Peran LSF

Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Muhammad Sholihin Fanani. (Foto: Ubay)
Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Muhammad Sholihin Fanani mengkritik poster pabrik gula. (Foto: Ubay)

MAKLUMAT — Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Sholihin Fanani, menyayangkan kontroversi yang muncul terkait poster promosi film “Pabrik Gula” produksi MD Entertainment. Poster tersebut menjadi viral karena dinilai menampilkan pose vulgar yang menuai kritik dari berbagai kalangan.

Abah Shol, sapaan akrab Sholihin Fanani, mengungkapkan kekecewaannya atas maraknya kontroversi dalam dunia perfilman Indonesia yang kerap menyentuh isu pornografi. Ia menilai, polemik semacam ini seharusnya tidak terus berulang di industri hiburan.

“Terus terang saya merasa miris sekali. Kenapa hal-hal seperti ini terus muncul dalam industri film Indonesia, seolah menjadi bumbu penyedap rasa dalam hiburan,” ujar Sholihin kepada Maklumat.ID, Rabu (8/1/2025).

Peran Lembaga Sensor Film

Sholihin mempertanyakan peran Lembaga Sensor Film (LSF) yang seharusnya bertindak tegas menyaring film-film dengan muatan yang bertentangan dengan norma sosial, budaya, dan agama. Ia menegaskan bahwa lembaga yang dibiayai oleh anggaran negara tersebut harus lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.

“Kita memiliki Lembaga Sensor Film yang seharusnya mencegah beredarnya film dengan konten yang tidak sesuai dengan norma masyarakat. Kalau ada film seperti ini bisa lolos, di mana letak pengawasannya?” tegasnya.

Ia berharap kontroversi semacam ini menjadi pelajaran bagi para pelaku industri film agar lebih bertanggung jawab dalam berkarya. Sholihin menekankan pentingnya memproduksi film yang dapat memberikan pesan moral dan membangun karakter generasi muda, bukan sekadar mengejar sensasi.

“Insan perfilman di Indonesia harus lebih bijak. Buatlah karya yang mendidik dan menginspirasi, bukan hanya berfokus pada adegan-adegan yang tidak pantas,” tambahnya.

Mendorong Kreativitas Positif

Sholihin juga mendorong sineas untuk lebih kreatif dalam mengeksplorasi tema yang positif dan inspiratif. Ia mencontohkan beberapa film nasional yang memberikan dampak baik, seperti “Laskar Pelangi,” “Ketika Cinta Bertasbih,” “Sang Pencerah,” dan “Sang Kyai.”

“Masih banyak cerita rakyat dan kearifan lokal yang bisa diangkat menjadi karya monumental. Jangan hanya berkutat pada tema percintaan, pergaulan bebas, atau horor yang tidak mendidik,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa masyarakat juga harus lebih cerdas dalam memilih tontonan. Sholihin mengajak publik untuk tidak menerima begitu saja karya seni yang merusak nilai-nilai moral.

“Sudah waktunya penonton Indonesia lebih selektif. Jadilah penonton yang berdaya dan tidak mudah dimanfaatkan oleh industri hiburan,” imbaunya.

Kontroversi Poster dan Sinopsis Film

Film “Pabrik Gula” garapan MD Entertainment memicu polemik sejak awal 2025 karena poster promosinya yang dinilai vulgar. Poster tersebut menampilkan sosok perempuan berbaju merah duduk di atas pria dalam pose yang dianggap intim dan tidak pantas.

Selain itu, teaser visualnya memperkuat nuansa mistis dengan gambaran pabrik gula yang dikelilingi bayangan gelap dan sosok-sosok menyeramkan. Film ini kembali mempertemukan Manoj Punjabi, Awi Suryadi, Lele Laila, dan Simpleman, yang sebelumnya sukses dengan “KKN di Desa Penari,” film terlaris sepanjang masa di Indonesia.

Dibintangi oleh Arbani Yasiz, Ersya Aurelia, Erika Carlina, dan Bukie B. Mansyur, “Pabrik Gula” mengusung cerita horor misteri berlatar industri tradisional. Film ini mengisahkan Endah, Fadhil, Dwi, dan para buruh musiman di pabrik gula yang menghadapi teror gaib dari “kerajaan demit” yang menuntut nyawa manusia.

Manoj Punjabi menyebut film ini akan menghadirkan pengalaman sinematik berbeda dengan elemen horor yang kuat. “Film ini membawa kisah horor dan misteri dari industri tradisional Indonesia,” katanya.

Namun, kritik yang muncul atas promosi film tersebut menyoroti pentingnya keseimbangan antara aspek komersial dan tanggung jawab moral dalam dunia perfilman nasional.

spot_img

Ads Banner

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer