MAKLUMAT — Polemik yang belakangan mencuat terkait pengurukan lahan pembangunan gedung Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), perlu disikapi secara jernih dan proporsional.

Isu yang beredar seolah menempatkan pembangunan fisik koperasi sebagai beban keuangan atau kegiatan yang belum memiliki dasar pendanaan yang jelas.
Padahal, semangat gerakan KDMP tidak berhenti pada urusan anggaran, melainkan berakar kuat pada ideologi kerakyatan dan regulasi yang telah mengatur arah pembangunan ekonomi berbasis desa.
Ideologi Kerakyatan sebagai Landasan Gerak
Koperasi Merah Putih bukan sekadar program pembangunan gedung, tetapi merupakan gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat yang berorientasi pada kemandirian desa. Dalam semangat Pasal 33 UUD 1945, koperasi menjadi bentuk nyata dari asas “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Perbantuan pengurukan dan lain-lain untuk pembangunan fisik gedung koperasi hanyalah instrumen pendukung dari cita-cita besar untuk membangun ruang ekonomi kolektif di tingkat akar rumput.
Ini bukan proyek mercusuar, melainkan simbol keberpihakan pada ekonomi rakyat yang sedang tumbuh dari bawah.
Regulasi sebagai Basis Tindakan
Program KDMP berjalan dengan berlandaskan pada regulasi yang jelas, antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang menegaskan koperasi sebagai badan usaha berlandaskan asas kekeluargaan; Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Permendesa PDT) terkait penguatan ekonomi desa melalui kelembagaan koperasi; hingga Instruksi Presiden (Inpres), SKB, SE Menteri, maupun SE kebijakan daerah yang menegaskan bahwa setiap desa berhak mengembangkan pusat ekonomi berbasis masyarakat melalui wadah koperasi.
Jika pembangunan gedung koperasi dilakukan melalui koperasi yang sah dan melalui mekanisme kelembagaan desa yang melibatkan Musyawarah Desa, maka regulasi-tersebut memberikan “payung” bahwa desa mempunyai kewenangan dan mekanisme tersendiri untuk mendukung dan mengedepankan partisipatif aktif masyarakat untuk memberikan dukungan koperasi desa.
Karena Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar progam jangka pendek, melainkan jangka panjang dengan waktu tak terbatas.
Adanya regulasi penjaminan dana desa bukan pada masalah dana desa akan berkurang tapi dengan adanya perekonomian aktif desa, terpusat, dan berjejaring maka dimungkinkan mendatangkan investor kelas baru dari dalam negeri ataupun luar negeri.
Dengan demikian, setiap tahapan termasuk pengurukan lahan bukan tindakan serampangan tanpa dasar hukum, tetapi bagian dari proses pembangunan kelembagaan ekonomi desa yang sah secara administratif dan ideologis.
Pembangunan Gedung Bukan Soal “Bantuan Anggaran”
Salah kaprah yang perlu diluruskan adalah anggapan bahwa percepatan pembangunan gedung koperasi bergantung pada dana hibah atau bantuan eksternal.
Program KDMP justru mengedepankan gotong royong dan partisipasi lokal. Setiap tahap pembangunan, mulai dari pengurukan hingga perencanaan gerai koperasi, dilakukan dengan semangat kolaboratif antara pemerintah desa, pengurus koperasi, dan masyarakat sekitar.
Dengan cara ini, koperasi tidak menjadi beban fiskal, tetapi menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Dana lokal, swadaya, serta kontribusi masyarakat menjadi sumber kekuatan utama, bukan ketergantungan terhadap APBD atau APBN.
Membangun Gerai Koperasi, Menanam Kemandirian
Gedung koperasi bukan sekadar bangunan, melainkan simbol kemandirian ekonomi desa. Di sana akan lahir ruang-ruang produksi, pemasaran produk lokal, hingga pusat layanan keuangan mikro yang dikelola secara transparan dan demokratis.
Proses pengurukan lahan menjadi langkah awal menyiapkan fondasi bagi masa depan ekonomi rakyat yang mandiri, berdaulat, dan terorganisir.
Menatap Ke Depan
Kritik dan polemik adalah bagian wajar dari proses demokrasi. Namun, setiap pihak perlu melihat substansi gerakan Koperasi Merah Putih sebagai upaya memulihkan kedaulatan ekonomi desa—bukan semata proyek fisik.
Dengan menjadikan regulasi sebagai pijakan, dan ideologi kerakyatan sebagai roh, KDMP akan terus menjadi wadah penggerak ekonomi rakyat yang tangguh, berkeadilan, dan berkepribadian Indonesia.
Program Koperasi Merah Putih berdiri bukan karena kucuran dana, tetapi karena tekad rakyat untuk mandiri. Maka pengurukan lahan gedung koperasi sejatinya bukan polemik, melainkan langkah awal menegakkan kembali jati diri ekonomi bangsa dari desa untuk Indonesia.