Bupati Lampung Tengah Dibui KPK, Diduga Jual Proyek Rp5,75 M

Bupati Lampung Tengah Dibui KPK, Diduga Jual Proyek Rp5,75 M
*Operasi Senyap Komisi Antikorupsi Tangkap Tangan Lima Orang

MAKLUMATKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggebuk kepala daerah yang bermain curang. Bupati Lampung Tengah periode 2025–2030, Ardito Wijaya, resmi mengenakan rompi oranye antirasuah, Kamis (11/12/2025).

Ia dan empat orang lainnya langsung KPK tetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi di lingkungan Pemkab Lampung Tengah tahun anggaran 2025.

Pelaksana Harian Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan, tim KPK menjalankan operasi senyap tangkap tangan (OTT) pada 9–10 Desember 2025. KPK bergerak setelah penyelidikan intensif memastikan adanya unsur pidana dalam praktik rasuah tersebut.

Kronologi: Skema Culas Atur Fee Proyek

KPK membeberkan, skema dugaan korupsi ini Bupati Ardito duga gulirkan sejak Juni 2025. Saat itu, Ardito diduga menetapkan fee 15–20 persen dari sejumlah proyek Pemkab Lampung Tengah. Padahal, APBD Lampung Tengah tahun ini mencapai Rp3,19 triliun, dengan porsi besar mengalir untuk infrastruktur dan layanan publik.

Pengaturan culas sudah Ardito lakukan sejak awal menjabat. Pada Februari–Maret 2025, tak lama setelah dilantik, Ardito langsung memerintah Riki Hendra Saputra (RHS)—anggota DPRD Lampung Tengah—untuk mengatur pemenang paket pengadaan. Modusnya, mereka menggunakan mekanisme penunjukan langsung di e-katalog. Perusahaan yang mereka arahkan menang, ternyata milik keluarga hingga tim pemenangan Ardito saat Pilkada 2024.

Baca Juga  Delegasi Israel Walkout di Forum IPU, Mardani: Semua Ingin Perdamaian dan Palestina Merdeka

Ardito meminta RHS berkoordinasi dengan Anton Wibowo (ANW) dan Iswantoro (ISW). Mereka kemudian menghubungkan pengaturan ini ke sejumlah SKPD. Sepanjang Februari–November 2025, Ardito diduga menerima Rp5,25 miliar dari sejumlah rekanan. Uang itu Ardito terima melalui RHS dan Ranu Hari Prasetyo (RNP), adik kandungnya.

Jual Beli Proyek Alkes

Skema serupa juga terjadi dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan Lampung Tengah. Bupati Ardito kembali menunjuk ANW, yang juga kerabat dekatnya, untuk memastikan pemenang paket proyek. ANW lalu berkoordinasi dengan pihak internal Dinkes. Akhirnya, perusahaan PT Elkaka Mandiri (PT EM) milik Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS) memenangkan tiga paket pengadaan senilai total Rp3,15 miliar.

Dari proyek alkes ini, Ardito diduga kembali menerima setoran sebesar Rp500 juta melalui ANW. Dengan demikian, KPK menduga total aliran dana yang Ardito terima mencapai Rp5,75 miliar. Ardito memakai Rp500 juta dari uang haram tersebut untuk operasionalnya sebagai bupati. Sisanya, ia diduga gunakan untuk melunasi pinjaman bank terkait biaya kampanyenya pada Pilkada 2024.

Barang Bukti dan Penahanan

Dalam OTT 9–10 Desember, tim KPK sukses mengamankan lima orang:

  • Ardito Wijaya (Bupati Lampung Tengah)

  • Riki Hendra Saputra (anggota DPRD Lampung Tengah)

  • Ranu Hari Prasetyo (adik Bupati)

  • Anton Wibowo (Plt. Kepala Bapenda Lampung Tengah)

  • Mohamad Lukman Sjamsuri (Direktur PT Elkaka Mandiri)

Baca Juga  Khofifah Mantu, Presiden Jokowi Jadi Saksi Akad Nikah

KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti. Petugas menyita uang tunai Rp193 juta (Rp135 juta dari rumah Ardito dan Rp58 juta dari kediaman RNP). Selain itu, penyidik juga menyita logam mulia 850 gram dari rumah RNP.

Setelah menemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka. Kini, mereka harus menjalani penahanan 20 hari pertama, terhitung sejak 10 hingga 29 Desember 2025.

Ardito Wijaya, Ranu Hari Prasetyo (RNP), dan Anton Wibowo (ANW) KPK tahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK. Sementara, Riki Hendra Saputra (RHS) dan Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS) mereka tahan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.

Mungki Hadipratikto menjelaskan, KPK menyangkakan Ardito dan empat penerima lainnya melanggar Pasal 12 huruf a, 12 huruf b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, KPK menyangkakan MLS, selaku pemberi, melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *