MAKLUMAT – Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengkritik keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 mendatang.
Rieke meminta pemerintah agar lebih inovatif dan kreatif dalam mencari sumber anggaran negara tanpa membebani rakyat, misalnya dengan fokus untuk mengembalikan kerugian negara akibat kasus-kasus korupsi.
“Perlu inovasi dan kreativitas pemerintah dalam mencari sumber anggaran negara, tidak bebani pajak rakyat dan bahayakan keselamatan negara,” ujarnya, Sabtu (21/12/2024).
“Segera himpun dan kalkulasikan dana kasus-kasus korupsi, segera kembalikan ke kas negara,” sambung Rieke.
Perempuan yang juga menjabat anggota Komisi VI DPR RI itu juga meminta pemerintah agar fokus dalam mengalokasikan anggaran untuk program-program yang lebih berpengaruh secara nyata bagi hajat hidup masyarakat.
“(Misalnya) Dana pembangunan infrastruktur wajib diprioritaskan yang memengaruhi hajat hidup orang banyak,” sebutnya.
Kekhawatiran Dampak Ekonomi
Tak hanya itu, Rieke juga menyorot soal potensi dampak negatif kenaikan PPN terhadap ekonomi masyarakat. Ia mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memperparah krisis ekonomi.
“Pertimbangan ekonomi dan moneter, antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut, harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi, kenaikan harga kebutuhan pokok,” katanya.
Rieke juga mendesak Presiden untuk menunda atau membatalkan rencana kenaikan PPN sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat 3 dan ayat 2(a) UU Nomor 7 Tahun 2021.
“Saya (akan) dukung Presiden untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat UU,” tandasnya.
Sistem Perpajakan yang Transparan
Lebih lanjut, Rieke menilai perlunya penerapan sistem self-assessment monitoring dalam tata kelola perpajakan untuk meningkatkan transparansi dan mencegah korupsi.
“Hal ini untuk memastikan, sistem perpajakan, selain menjadi pendapatan negara, juga instrumen pemberantasan korupsi, sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara,” terangnya.
Sebelumnya, pemerintah telah memastikan tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per Januari,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024) lalu.
Airlangga menegaskan bahwa sejumlah barang kebutuhan pokok dan jasa vital akan tetap bebas dari PPN. Barang-barang tersebut termasuk sembako, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, hingga jasa keuangan dan asuransi.
“Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seluruhnya bebas PPN,” jelas Airlangga.
Pemerintah juga akan memberlakukan sejumlah paket stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak kenaikan PPN terhadap kesejahteraan masyarakat.