29.3 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasLa Nyalla: MPR Harus Kembali Menjadi Lembaga Tertinggi Negara

La Nyalla: MPR Harus Kembali Menjadi Lembaga Tertinggi Negara

Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti

KETUA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan tantangan dunia ke depan akan lebih berat karena diwarnai ketidakpastian. Hal itu akibat ketegangan geopolitik kawasan, disrupsi teknologi dan disrupsi lingkungan akibat climate change.

“Dampak dari itu semua, membuat negara mengalami krisis. Maka, perjalanan berbangsa dan bernegara ke depan harus dikawal dengan tekad bersama yang kuat,” katanya ketika menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Nderes Politik, Senin (15/7/2024).

Kegiatan tersebut diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jawa Timur bekerjasama dengan DPD RI. Agenda dengan tema “Amandemen UUD 1945 dan Urgensinya Bagi Bangsa” ini terselenggara di Aula KH Mas Mansyur Gedung PWM Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/1 Kota Surabaya.

La Nyalla menyebut, tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini, dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan, mampu memberikan keadilan dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa.

“Itulah mengapa MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi negara, yang diisi bukan saja oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu Legislatif, tetapi juga mereka-meraka yang diutus dari bawah, yang meliputi semua elemen bangsa ini, tanpa ada yang ditinggalkan,” ujarnya.

“Sehingga benar-benar terwujud penjelmaan rakyat dan para hikmat, yang menentukan arah perjalanan bangsa dengan satu tolok ukur mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” sambung La Nyalla.

Pria yang juga pernah menjabat Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu menilai, sistem bernegara hasil amandemen konstitusi tahun 1999 hingga 2002 telah menghasilkan Sistem Politik yang mahal, yang kemudian melahirkan high-class economy atau oligarki ekonomi untuk membiayai sistem politik yang mahal tersebut. Oligarki itulah yang kemudian mendikte kebijakan dan sistem politik.

“Akibatnya, bangsa kita lambat laun menjadi bangsa lain. Akar budaya dan watak bangsa Indonesia perlahan tercerabut. Dari bangsa yang integralistik, gotong-royong dan spiritualistik-patriotis, menjadi bangsa yang individualistik, kapitalistik dan materialistik-pragmatis. Sehingga dalam dua dekade Reformasi, indikator ketidakadilan dalam wujud kesenjangan ekonomi dan sosial semakin tinggi,” terangnya.

Secara teori, kata La Nyalla, kesenjangan dan ketidakadilan terhadap penguasaan ekonomi, penguasaan tanah, alat produksi, akses pendidikan dan akses kesehatan, telah menghasilkan kemiskinan struktural yang sulit diselesaikan. Dan jika jalan yang ditempuh hanya melalui subsidi dan bantuan sosial, maka akan terus menjadi beban fiskal negara, yang pada suatu titik akan mengalami fiskal akan default.

“Oleh karena itu harus ada jalan keluar. Agar pemerintah dapat terus membangun dan berdaulat, melalui dukungan rakyat yang kuat. Dan dukungan rakyat yang kuat harus diwujudkan melalui sistem yang kembali kepada nilai-nilai Pancasila. Yang membangun semangat kebersamaan, sesuai pikiran-pikiran para pendiri bangsa,” tandas mantan Ketua Umum PSSI itu.

Dalam kesempatan yang sama, La Nyalla juga Kembali menyampaikan dan menyosialisasikan lima proposal kenegaraan penyempurnaan dan penguatan konstitusi, yang dirumuskan DPD RI sebagai tindak lanjut Sidang Paripurna DPD RI pada 23 Juli 2023 lalu.

Sementara itu, Ketua LHKP PWM Jawa Timur Muhammad Mirdasy dalam laporannya berharap agar kegiatan diskusi bertajuk ‘Nderes Politik’ bisa diselenggarakan secara rutin. Sebab, dinamika politik kebangsaan semakin tidak menentu. Menurut dia, ada kecenderungan demokrasi Indonesia telah bergeser menuju mobokrasi.

Mirdasy pun berharap sebagai warga Persyarikatan senantiasa update terhadap situasi politik dan kebangsaan, sebab itu memengaruhi segala lini kehidupan lainnya.

“Hiruk pikuknya itu sangat luar biasa. Misalnya (dalam forum kali ini) mengapa saat ini demokrasi kita berubah dan menjelma menjadi mobokrasi. Kami ingin mendiskusikan hal itu. Agar, kami dapat memberikan saran untuk bangsa ini, apa yang perlu kita perbaiki untuk kemajuan bangsa dan negara ke depan,” jelas Mirdasy.

Untuk diketahui, kegiatan ‘Nderes Politik’ ini terbagi dalam dua sesi. Pertama adalah sesi pemaparan soal wacana amandemen UUD 1945 dan urgensinya bagi bangsa yang disampaikan oleh Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Sesi kedua, digelar dengan Focus Group Discussion (FGD) yang menghadirkan tiga narasumber, yakni Pengamat Ekonomi-Politik Dr Ichsanuddin Noorsy, Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Dr Mulyadi, serta Wakil Ketua PWM Jatim M Khoirul Abduh.

Reporter: Ubay NA 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer