Ledakan Izin Ekstraktif Sebabkan Lonjakan Deforestasi, PKS Desak Revisi UU Cipta Kerja    

Ledakan Izin Ekstraktif Sebabkan Lonjakan Deforestasi, PKS Desak Revisi UU Cipta Kerja     

MAKLUMAT – Lonjakan deforestasi di Sumatera kembali menjadi perhatian. Data terbaru menunjukkan hilangnya hutan dalam jumlah besar di tiga provinsi yang tengah menghadapi banjir dan longsor.

Sumatera Utara tercatat kehilangan 19.563 hektare tutupan hutan, Sumatera Barat 10.521 hektare, dan Aceh 14.890 hektare. Laporan Simontini 2024 menjelaskan bahwa sebagian besar deforestasi justru berasal dari aktivitas berizin seperti perkebunan kayu, tambang, sawit, dan logging. “Ketika kerusakan hanya didominasi pemegang izin, itu berarti pengawasan negara tidak berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI, drh. Slamet.

Menurut politikus PKS itu, masalahnya tidak berhenti pada tingginya izin ekstraktif. Penegakan hukum di sektor kehutanan juga masih lemah. Dari berbagai operasi pengamanan hutan di Sumatera, hanya satu kasus di Aceh, empat di Sumatera Utara, dan satu di Sumatera Barat yang berhasil mencapai tahap P21.

Sementara itu, data Kementerian ESDM dan Jatam menunjukkan adanya 1.907 izin tambang aktif dengan luas lebih dari 2,45 juta hektare di Pulau Sumatera. Menurut Slamet, kondisi ini membuat fungsi ekologis hutan menurun secara cepat. “Bagaimana masyarakat bisa terlindungi dari bencana jika kawasan lindung terus dipersempit oleh izin-izin besar?” tegasnya.

Revisi UU Cipta Kerja

Situasi di lapangan semakin berat setelah deforestasi nasional naik 97.124 hektar atau 81,6 persen pada periode 2019–2024. Komisi IV memandang peningkatan ini berkaitan erat dengan perubahan kebijakan melalui UU Cipta Kerja dan PP No. 23/2021 yang menghapus persetujuan DPR dalam proses alih fungsi kawasan hutan, termasuk kawasan lindung. Ketentuan tersebut sekaligus mengubah sistem kontrol dan mengabaikan kewajiban menjaga minimal 30 persen kawasan hutan di setiap daerah.

Baca Juga  Menguji PSN dalam UU Cipta Kerja, Busyro Muqoddas Berharap Hakim MK Dapat Petunjuk dari Yang Maha Kuasa

“Ketika fungsi kontrol DPR dihilangkan, maka izin-izin tanpa keluar ada keseimbangan pengawasan. Dampaknya kini kita lihat langsung dalam bentuk bencana ekologis,” kata Slamet.

Slamet meminta pemerintah meninjau ulang seluruh izin kehutanan dan pertambangan, memperkuat pengawasan lapangan, serta meningkatkan ketegasan dalam penegakan hukum. Ia juga menilai revisi UU Cipta Kerja perlu dilakukan agar mekanisme check and balance dapat kembali berjalan dan kewajiban mempertahankan minimal 30 persen tutupan hutan per daerah tetap terjaga. Tanpa langkah tersebut, ia memperingatkan bahwa kerusakan ekologis di Sumatera dan wilayah lain akan terus meluas dan berpotensi menimbulkan lebih banyak korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *