MAKLUMAT – Aceh berada dalam situasi krisis terburuk sejak tsunami 2004. Jumlah pengungsi akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat melonjak drastis hingga 894.501 orang. Dari jumlah itu, 831.000 jiwa berada di Banda Aceh, menjadikan provinsi ini sebagai episentrum bencana kemanusiaan terbesar dalam dua dekade terakhir.
Saat jumlah pengungsi membengkak, angka korban tewas juga naik. Total korban tewas sesuai Geoportal Data Kebencanaan BNPB dikutip pada Kamis (11/12/2025) sebanyak 971 jiwa, 255 orang dilaporkan hilang, dan 5 ribu orang terluka.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, ledakan jumlah pengungsi membuat Aceh berada dalam sorotan nasional. Pihaknya menaruh perhatian penuh pada Aceh karena beban pengungsian terbesar berada di provinsi ini.
“Kami mengoptimalkan distribusi logistik di Aceh tanpa mengurangi intensitas pengiriman untuk Sumatera Utara dan Sumatera Barat,” kata Abdul Muhari dalam konferensi pers yang disiarkan akun Youtube BNPB, Rabu (10/12).
Sebagai informasi, jumlah keseluruhan korban yang meninggal dunia akibat tsunami 2004 adalah sebanyak 226.308 jiwa dan yang mengungsi sejumlah 1.849.827 jiwa. Data tersebut mengutip buku Aceh Lima Belas Tahun Pasca Tsunami.
Logistik Dipacu, Stok Tak Boleh Mengendap
BNPB mempercepat distribusi bantuan agar tak ada penumpukan di Posko Lanud Sultan Iskandar Muda. Sejak 28 November hingga pukul 15.00 WIB hari ini, total bantuan yang masuk mencapai 448,6 ton. Sebanyak 334 ton sudah terdistribusi ke titik-titik pengungsian, menyisakan buffer stock 114,5 ton.
BNPB mengirim logistik melalui dua jalur. Jalur darat memakai lima truk yang mengangkut 9,85 ton bantuan. Jalur udara memakai tujuh sorti pesawat yang membawa 4,93 ton logistik untuk wilayah-wilayah yang terisolasi.
“Kami menambah distribusi non-permakanan via darat dan memastikan bantuan via udara menjangkau kantong pengungsian yang jauh,” kata Muhari. Satuan udara menambah frekuensi penerbangan dan menerapkan pola cepat: datang, loading, lalu berangkat.
Jalur Darat Diperbaiki, Komunikasi Dikebut
Di Aceh, perbaikan jembatan menjadi prioritas. Jembatan Tepin Redep di Bireun mencapai progres 53% dan ditargetkan berfungsi akhir pekan ini. Jembatan Tepin Mane baru menyentuh 25%, sementara perbaikan Jembatan Kutablang dan Jerata di Aceh Tengah terus berjalan.
Pemulihan jaringan telekomunikasi juga dikejar. Dari 3.414 BTS yang terdampak, 1.789 unit atau 52,48% sudah kembali aktif. Kominfo membidik pemulihan hingga 75% pada akhir minggu.
Di Sumatera Barat, operasi modifikasi cuaca memperlancar pengiriman 20 truk logistik dengan tonase 29,7 ton. Perbaikan jembatan pun menunjukkan kemajuan pesat. Jembatan Sikabau di Pasaman Barat naik dari 18% menjadi 55%, sedangkan Jembatan Bawah Kubang dan Supayang di Solok masing-masing melaju ke 50% dan 25%. Jembatan Padang Mantuan di Padang Pariaman memasuki tahap awal pembangunan.
Akses komunikasi di Sumbar juga pulih. Hingga hari ini, 7 kabupaten/kota, 22 kecamatan, 31 nagari, dan 31 jorong sudah kembali terhubung.
MDMC Bergerak, Relawan Berkolaborasi
Gerak cepat juga datang dari organisasi masyarakat. Wakil Sekretaris MDMC Aceh, Sumarli, menyebut pihaknya langsung turun ke lapangan sejak hari pertama. MDMC Aceh bekerja bersama tim dari Yogyakarta dan Jawa Barat untuk asesmen, layanan medis, psikososial, dan dokumentasi lapangan.
“Kami berkolaborasi dengan banyak lembaga. Lazismu mengirim logistik ke Pantai Tengah dan Gunung Meriah,” kata Sumarli.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mulai menyiapkan lahan hunian sementara (Huntara). Pemerintah berharap langkah ini segera diikuti Sumut dan Aceh agar ratusan ribu pengungsi bisa pindah ke titik penampungan yang lebih layak dan terpusat.
Ledakan pengungsi yang terjadi saat ini mengingatkan publik pada kepanikan besar tsunami Aceh 2004. Meski penyebab berbeda, skala krisis kemanusiaan ini kembali menguji kesiapan negara dalam melindungi jutaan warganya di tengah bencana besar.***