Lentera Perubahan dari Buku Spiritual Changemakers

Lentera Perubahan dari Buku Spiritual Changemakers

MAKLUMAT – Suasana hangat memenuhi sebuah ruangan di Jakarta pada Kamis (11/9/2025). Di sana, Ashoka Indonesia bersama Eco Bhinneka Muhammadiyah dan GreenFaith Indonesia meresmikan lahirnya sebuah buku: Spiritual Changemakers: Lentera Perubahan dari Keberagaman untuk Bumi dan Kemanusiaan.

Buku ini tidak sekadar kumpulan cerita. Ia hadir sebagai catatan perjalanan kolaboratif lintas iman yang berakar pada kepedulian terhadap bumi, empati, dan perjuangan keadilan sosial-ekologi.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti, berdiri memberi sambutan. Ia menekankan bahwa nilai kemanusiaan, kebahagiaan, dan kebebasan mampu melahirkan simpati lintas kelompok. “Spiritualitas tidak berhenti pada keyakinan pribadi. Ia menjadi energi perubahan sosial yang nyata,” ujarnya lantang.

Nani Zulminarni, Direktur Regional Ashoka Asia Tenggara, menambahkan kisah di balik buku tersebut. Ia kembali ke tahun 2020, ketika dirinya membayangkan kolaborasi komunitas berbasis iman dalam gerakan sosial. Dua tahun berselang, lebih dari 70 pegiat berkumpul dalam lokakarya pertama. Mereka langsung bergerak: membersihkan sungai, menanam pohon, hingga memulai gerakan gereja hijau. “Dari situlah lahir buku ini. Ia lahir dari kehidupan nyata, dengan empati dan akal sehat sebagai pijakan perubahan,” ungkap Nani.

Hening Parlan, Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah sekaligus Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia, memandang buku ini sebagai saksi. Menurutnya, para pembaharu spiritual sering bekerja dalam senyap, tetapi hasilnya terasa luas. “Semoga menjadi cahaya bagi gerakan perubahan yang adil, damai, dan lestari,” katanya.

Baca Juga  Mengenal IUMS yang Fatwanya Didukung MUI, Pernah Dipimpin Orang Indonesia

Sesi diskusi semakin hidup ketika aktivis lingkungan Prigi Arisandi, Parid Ridwanuddin (GreenFaith Indonesia), dan Pdt. Meilany Risamasu (GPIB Karang Satria) bergantian bicara. Pdt. Meilany menekankan pentingnya empati kepada seluruh ciptaan melalui gerakan green church. Sementara Prigi menyuarakan bahaya mikroplastik. Ia mengajak anak muda tidak sekadar peduli, tapi turun langsung. “Kita perlu memvisualkan informasi agar orang-orang bergerak. Cerita baik dan aksi nyata harus diperlihatkan,” ujarnya.

Parid Ridwanuddin menutup diskusi dengan pengingat: perubahan tidak pernah lahir dari ruang kosong. “Ia lahir dari nilai keyakinan. Dari panggilan bahwa manusia bisa bekerjasama menjaga bumi untuk generasi mendatang,” tegasnya.

Buku Spiritual Changemakers menjadi simbol visi Ashoka: Everyone a Changemaker. Empati hadir sebagai bahasa universal, menyatu dengan spiritualitas, lalu berubah menjadi panduan untuk menjawab tantangan zaman.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *