MAKLUMAT – Majelis Nasional Prancis menggulingkan Perdana Menteri (PM) Michel Barnier melalui mosi tidak percaya, memperburuk krisis politik yang tengah melanda negara tersebut. Keputusan ini juga menimbulkan kekhawatiran atas keberlanjutan anggaran negara untuk tahun mendatang.
Sebanyak 331 anggota parlemen dari total 577 suara mendukung mosi tidak percaya yang diajukan pada Rabu (4/12/2024). Langkah ini menyingkirkan pemerintahan minoritas sentris yang dipimpin Barnier, yang kini berusia 73 tahun.
Koalisi oposisi sayap kiri dan kanan berhasil menggalang dukungan setelah Barnier menggunakan kewenangan khusus untuk mengesahkan anggaran tanpa pemungutan suara di parlemen. Melansir Al Jazeera pada Kamis (5/12/2024), langkah tersebut menjadi pemicu utama ketidakpuasan di kalangan anggota parlemen.
Tekanan Meningkat
Ketua Majelis Nasional, Yael Braun-Pivet, mengonfirmasi hasil pemungutan suara dan menyatakan bahwa Barnier kini harus menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Emmanuel Macron. Sidang kemudian ditutup.
Barnier diperkirakan segera mengajukan pengunduran diri bersama pemerintahannya kepada Macron. Namun, langkah ini juga memicu reaksi dari tokoh-tokoh politik utama Prancis.
Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan, menyebut situasi ini meningkatkan tekanan terhadap Presiden Macron. Meski tidak secara langsung menyerukan pengunduran diri Macron, Le Pen menekankan bahwa keputusan akhir ada di tangan presiden.
Di sisi lain, Mathilde Panot, kepala fraksi dari partai sayap kiri garis keras France Unbowed (LFI), menyerukan agar Macron mundur. “Kami menyerukan pemilihan presiden lebih awal sebagai solusi atas krisis politik yang semakin mendalam,” ujar Panot kepada media.
Situasi ini menempatkan pemerintahan Macron dalam posisi yang sulit, sementara masa depan politik Prancis kini dipertaruhkan.