MAKLUMAT — Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Ridho Al Hamdi, menegaskan bahwa setiap aspirasi warga negara yang disampaikan secara konstitusional harus dihormati, termasuk usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Kita tentu menghormati sebagian anak bangsa, warga negara Indonesia yang mencoba untuk menyuarakan aspirasinya sebagai warga negara,” ujar Ridho kepada Maklumat.ID, Selasa (29/4/2025).
“Karena sebagai negara demokrasi, kalau ada warga negara yang punya aspirasi, itu harus dihormati selama aspirasi tersebut disampaikan melalui cara-cara yang konstitusional,” sambungnya.
Seperti diberitakan, Forum Purnawirawan TNI secara terbuka mengusulkan pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI, dengan alasan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman. Pernyataan sikap ini diteken oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan tokoh militer lainnya, serta dibacakan dalam acara Silaturahmi Purnawirawan TNI pada 17 April 2025.
Meski demikian, Presiden Prabowo Subianto, melalui Penasihat Khusus Bidang Politik dan Keamanan Wiranto, menyatakan tidak bisa merespons usulan tersebut karena wewenangnya dibatasi oleh sistem trias politica. Sementara itu, Ketua MPR Ahmad Muzani menegaskan bahwa Prabowo-Gibran adalah pasangan sah hasil Pilpres 2024 yang telah melewati seluruh proses konstitusional, termasuk pelantikan oleh MPR pada 20 Oktober 2024.
Ridho menilai, pengusulan pencopotan Wapres Gibran adalah bentuk aspirasi yang sah dalam ruang demokrasi, selama mengikuti prosedur dan mekanisme yang sudah diatur dalam konstitusi dan regulasi perundang-undangan. “Apa dan bagaimana, kan aturan sudah ada. Cara memakzulkan pimpinan pemerintahan juga sudah diatur jelas,” tegasnya.
Ia kemudian mengingatkan publik tentang proses pencalonan Gibran yang juga melalui jalur Mahkamah Konstitusi. Proses itu dinilai penuh kontroversi, namun tetap ditempuh oleh kelompok pendukung Gibran sebagai bagian dari strategi politik.
“Hal yang sama, perjuangan yang sama kan juga pernah dilalui oleh Gibran pada saat proses pencalonan,” jelas Ridho.
“Bagaimana kelompok mereka berjuang melalui Mahkamah Konstitusi, yang kemudian dengan caranya MK sendiri, ternyata itu pun berhasil,” imbuh dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Meski saat itu banyak pihak menganggap langkah melalui MK tersebut tidak legal atau merusak tatanan norma hukum yang ada, Ridho mengajak publik untuk tidak bersikap hipokrit.
“Nah, cara-cara itu pernah dilakukan pada saat Gibran mau mencalonkan melalui MK. Nah, cara-cara yang sama juga, maksudnya cara-cara yang demokratis tanpa ada kekerasan, juga dilakukan oleh anak bangsa yang lain.”
Ia menolak dikotomi antara perjuangan yang benar dan salah jika semuanya menempuh jalur konstitusional.
“Jadi kita hormati, tidak boleh kita mengklaim yang dulu benar, yang ini salah. Ya selama semuanya dengan cara-cara yang konstitusional, ya harus kita hormati,” tandasnya.
Lebih lanjut, alumnus TU University Dortmund, Jerman itu menekankan pentingnya menghargai suara nurani rakyat yang memperjuangkan aspirasinya melalui institusi resmi, termasuk DPR.
“Begitu juga anak-anak bangsa yang ingin berjuang menyuarakan hati nuraninya, harus kita hormati. Dan kita lihat kalau memang konstitusional melalui jalur yang ada, mengusulkan ke DPR, why not, mengapa? Itu kan bagian dari perjuangan demokrasi. Tidak boleh kemudian hanya menganggap yang lalu itu benar, yang sekarang salah. Itu juga pikiran yang tidak demokratis,” pungkas Ridho.