MUHAMMADIYAH menegaskan untuk memberikan kesempatan dan mendorong para kader terbaiknya berkiprah di partai politik (parpol) dan berkontestasi sebagai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pilkada serentak 2024 mendatang.
Penegasan tersebut menyeruak pada Diskusi Politik Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Senin (28/8/2023) sebagaimana diungkapkan Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi saat menjelaskan program dan gerakan Satu Dapil Satu KaderMu.
Menurut Ridho, meskipun Muhammadiyah bukanlah organisasi yang terafiliasi dengan parpol tertentu dan senantiasa menjaga jarak yang sama terhadap semua parpol sebagaimana sikap kelembagaan yang disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, namun kader-kader Muhammadiyah yang berkiprah di ranah politik praktis dan masuk ke parpol adalah sebagai perwujudan dakwah Muhammadiyah di wilayah kebangsaan.
“Sebagai Ormas, Muhammadiyah menjaga betul independensi, tidak berafiliasi dengan partai politik manapun. Namun tetap memberikan ruang untuk kader berdakwah di ranah kebangsaan,” ungkapnya.
Jika terdapat tim sukses suatu partai atau kandidat tertentu yang mengklaim dari Muhammadiyah, itu merupakan pernyataan personal atau pribadinya, bukan sebagai sebuah sikap lembaga (Muhammadiyah).
“Selama (Ketua Umum Muhammadiyah) tidak mengeluarkan pernyataan mendukung A, B, C dan tidak ada surat resmi, maka itu bukan pernyataan resmi Muhammadiyah secara kelembagaan,” tandas Ridho.
Dia menjelaskan, hal itu berdasarkan pada keputusan Muktamar Muhammadiyah di Surabaya pada 1978, Muhammadiyah adalah independen. “Muhammadiyah memiliki otoritas otonom dan berwenang mengatur sendiri rumah tangga dan kaedah-kaedah organisasinya. Independen makna lainnya adalah merdeka, tidak terpengaruh pejabat publik maupun pemilik modal,” jelasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan khitah Denpasar 2002, Ridho menerangkan bahwa Muhammadiyah memosisikan diri sebagai kelompok kekuatan moral (moral force). “Ini sebagai konklusi dari sikap Muhammadiyah sebelumnya,” katanya.
Dakwah Kebangsaan dan Gerakan Satu Dapil Satu KaderMu
Kendati demikian, Ridho menyampaikan bahwa dalam Muktamar ke-48 di Solo tahun lalu menyatakan perlunya mengirim kader Muhammadiyah ke lembaga-lembaga negara baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
“Itu dalam rangka paham politik Muhammadiyah sebagai jalur dakwah, Muhammadiyah tidak alergi atau merasa bahwa politik itu merupakan hal kotor, tetapi bagian dari dakwah kita sehingga Muhammadiyah tetap bersikap kritis,” ujarnya.
Ridho berpendapat, dakwah Muhammadiyah dalam ranah kebangsaan perlu mendapatkan perhatian serius sebagai upaya untuk mewujudkan visi Muhammadiyah, sebab itu dibentuklah LHKP, yang menangani persoalan-persoalan seputar politik dan kebijakan publik.
Dia menyampaikan program gerakan Satu Dapil Satu KaderMu yang tengah diupayakan oleh LHKP PP Muhammadiyah dan akan dilaksanakan secara masif hingga ke tingkat ranting. Harapannya adalah semakin banyak kader Muhammadiyah di ranah politik akan mampu mewarnai dan menghasilkan produk-produk kebijakan publik yang lebih baik bagi Indonesia kedepan.
“Diharapkan gerakan Satu Dapil Satu KaderMu ini mampu menambah spirit bagi para kader Muhammadiyah yang berjuang di wilayah kebangsaan,” terang Wakil Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Meski demikian, Ridho kembali menegaskan pesan dari Haedar Nashir, bahwa yang terpenting ketika para kader berkiprah di ranah politik praktis adalah menjadi pembawa misi dakwah Muhammadiyah di parpol, bukan malah sebaliknya menjadi petugas parpol yang membawa kepentingan politiknya di Muhammadiyah.
Ridho lantas mengajak segenap kader, warga dan simpatisan Muhammadiyah untuk secara bersama-sama berpartisipasi dan berkontribusi dalam menyukseskan Pemilu 2024 sebagai wujud dakwah kebangsaan Muhammadiyah, baik sebagai penyelenggara, pemilih, maupun peserta Pemilu. (*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto