MAKLUMAT — Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Mirdasy, mendorong adanya perlindungan hukum lebih tegas bagi karyawan toko. Khususnya yang bekerja pada sektor usaha mikro dan kecil.
Menurutnya, tidak sedikit karyawan toko di sektor ini yang masih kerap diperlakukan tidak adil oleh pemilik usaha. “Kami sering mendapati karyawan toko diberi beban kerja yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja, bahkan jam kerja pun sering melebihi batas yang disepakati,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Sabtu (17/5/2025).
Mirdasy menilai, selama ini tak jarang pemilik toko bersikap semena-mena, sementara karyawan hanya bisa pasrah. Menurutnya, hal tersebut harus mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah.
Ia menjelaskan, toko-toko yang dimaksud umumnya termasuk dalam kategori usaha mikro dan kecil. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan dengan modal maksimal Rp1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau hasil penjualan tahunan maksimal Rp2 miliar.
Sementara itu, usaha kecil memiliki modal lebih dari Rp1 miliar hingga Rp5 miliar atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar hingga Rp15 miliar, dengan ketentuan yang sama mengenai tanah dan bangunan.
“Pemilik toko dapat dikategorikan sebagai pengusaha, dan karyawan toko sebagai pekerja. Maka terbentuklah hubungan kerja yang secara hukum memiliki unsur pekerjaan, upah, dan perintah yang seharusnya dituangkan dalam perjanjian kerja,” jelas Mirdasy.
Sorotan Terhadap UU Cipta Kerja
Namun, ia menyoroti bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ‘omnibus law‘ memberikan pengecualian terkait kewajiban upah minimum bagi usaha mikro dan kecil. Hal itu tertuang dalam Pasal 81 angka 31 Perppu Cipta Kerja yang memuat Pasal 90B ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bunyi pasal tersebut menyatakan bahwa ketentuan upah minimum tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.
“Ketentuan ini membuka ruang bagi terjadinya eksploitasi terhadap pekerja di sektor UMK, karena tidak ada kewajiban bagi pengusaha membayar upah minimum,” tandas Mirdasy.
Sebab itu, ia menandaskan bahwa LHKP PWM Jatim bakal mendorong pemerintah dan para pemangku kebijakan untuk segera merumuskan langkah-langkah perlindungan hukum yang berpihak pada para pekerja sektor informal.
Menurut dia, hal tersebut harus dilakukan, tanpa mengabaikan kelangsungan usaha mikro dan kecil sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional.
“Ini perlu menjadi perhatian bersama agar tidak terjadi ketimpangan dan ketidakadilan berkepanjangan,” tukas Mirdasy.