Lonjakan HIV/AIDS di Jatim Tertinggi Se-Indonesia, Lilik DPRD Jatim: Ancaman Bonus Demografi 2045

Lonjakan HIV/AIDS di Jatim Tertinggi Se-Indonesia, Lilik DPRD Jatim: Ancaman Bonus Demografi 2045

MAKLUMAT – Data gabungan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menunjukkan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai 65.238 jiwa, dengan tambahan 2.599 kasus baru hanya dalam periode Januari–Maret 2025.

Berdasar data ini Jawa Timur mencatatkan lonjakan kasus baru HIV/AIDS tertinggi di Indonesia pada 2025.

Angka ini memunculkan alarm epidemiologis. Penularan telah merata di banyak wilayah, tidak lagi berkutat pada satu kota.

Lima daerah dengan kasus tertinggi berdasarkan catatan BPS di antaranya Surabaya 368 kasus, Sidoarjo 270 kasus, Jember 229 kasus, Tulungagung 209 kasus dan Pasuruan 178 kasus.

Surabaya tetap berada di puncak meski sempat mencatat tren penurunan, mengukuhkannya sebagai episentrum HIV/AIDS di Jawa Timur.

Ancaman bagi Bonus Demografi 2045

Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Timur, Lilik Hendarwati, yang juga legislator Dapil Surabaya, menegaskan bahwa lonjakan ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan darurat kesehatan publik.

“Kita prihatin. Ini alarm bahwa Surabaya membutuhkan langkah lebih serius, terarah, dan menyeluruh,” ujar Lilik, Senin (1/12/2025).

Lilik pun menekankan bahwa pencegahan HIV tidak cukup di level layanan kesehatan, tetapi harus dimulai dari edukasi populasi usia produktif, terutama remaja.

“Pemerintah wajib memberi edukasi yang benar, jelas, dan mudah dipahami tanpa memunculkan kepanikan,” tegasnya.

Menurutnya, sekolah menjadi ruang paling strategis untuk intervensi. Literasi kesehatan reproduksi, risiko penularan, serta cara perlindungan diri harus diberikan sejak dini.

Baca Juga  Sugeng Tindak, Pak Rosyad: Jejakmu Abadi di Muhammadiyah

“Ini bukan menakut-nakuti. Ini memastikan generasi muda tumbuh dengan pengetahuan yang benar, agar tidak mudah terjebak perilaku berisiko,” katanya.

Lilik juga menyerukan pendekatan pentahelix berbasis humanis: pemerintah, sekolah, fasilitas kesehatan, komunitas, dan tokoh agama wajib berada dalam satu orkestrasi pencegahan.

“Kita harus bijak bertindak, tapi waspada sejak awal. Kesadaran adalah langkah pertama menuju perlindungan,” ujarnya.

Ia menegaskan, tantangan terbesar bukan hanya penularan virus, tetapi stigma dan misinformasi yang kerap melahirkan diskriminasi.

“Dengan edukasi yang benar dan respons terkoordinasi, kita bisa menekan laju penularan HIV di Surabaya tanpa stigma dan tanpa kepanikan,” tegas Lilik.

Sejumlah langkah yang dinilai mendesak diperkuat di Jawa Timur antara lain edukasi publik berkelanjutan, perluasan skrining/tes HIV di puskesmas, klinik, dan rumah sakit.

Disamping itu, lanjut Lilik, pendampingan intensif bagi ODHA untuk menekan penularan dan mempercepat pengobatan dinilai penting serta kampanye anti-stigma berbasis komunitas.

Tanpa langkah-langkah ini, Lilik memperingatkan bahwa bonus demografi 2045 bisa justru menjadi “gelombang rentan” penularan jika generasi muda tidak dibekali ilmu yang cukup.

“Jawa Timur kini berada pada momen krusial, cegah lebih dini atau menanggung beban infeksi lebih tinggi di masa depan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *