MA Larang Ekspor Pasir Laut, Pakar UGM: Jangan Sampai Timbulkan Masalah Baru

MA Larang Ekspor Pasir Laut, Pakar UGM: Jangan Sampai Timbulkan Masalah Baru

MAKLUMAT — Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil terhadap kebijakan ekspor pasir laut. Keputusan ini otomatis membatalkan kebijakan pemerintah tahun 2023 yang sebelumnya membuka kembali kran ekspor pasir laut RI. Padahal, regulasi tersebut awalnya ditujukan untuk mengelola sedimentasi laut hasil pengerukan.

Pakar Geodesi Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, menanggapi keputusan MA ini dengan nada waspada. Ia menilai bahwa aktivitas pengerukan sedimentasi memang penting, terutama untuk mencegah gangguan pelayaran dan menjaga ekosistem laut seperti terumbu karang.

“Indonesia sebagai negara kepulauan tentu harus memperhatikan area pesisir. Pengerukan sedimen adalah hal wajar, tapi bagaimana hasil pasir laut itu dikelola yang perlu dipikirkan,” ujar Andi seperti dilansir laman UGM, Senin (14/7/2025).

Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, yang membuka peluang pemanfaatan pasir laut untuk reklamasi dan pembangunan. Bahkan, dalam beleid tersebut tercantum bahwa pasir boleh diekspor bila kebutuhan nasional sudah terpenuhi.

“Masalahnya, meski niat awalnya baik, regulasi itu bisa dimaknai seolah-olah melegitimasi ekspor pasir laut. Kekhawatirannya, pengerukan dilakukan bukan untuk pemeliharaan, tapi karena dorongan nilai ekonomi,” ujarnya.

Isu Batas Maritim dan Rezim Ekspor

Andi juga menyoroti isu strategis lain, yakni batas maritim Indonesia-Singapura yang hingga kini belum tuntas disepakati. Padahal, Singapura dikenal sebagai negara pengimpor utama pasir laut Indonesia, yang digunakan untuk memperluas daratannya lewat proyek reklamasi.

Baca Juga  UM Surabaya Sabet Empat Penghargaan di Higher Education Awards 2025

“Ketika ekspor pasir laut jalan terus, sementara batas maritim belum selesai, ini bisa merugikan Indonesia. Maka, langkah pelarangan dari MA ini sebenarnya positif,” ucapnya.

Namun ia mengingatkan, pemerintah perlu menyiapkan strategi pengelolaan pasir laut pasca-pengerukan. Jangan sampai karena ekspor dilarang, material hasil kerukan dibiarkan menumpuk dan justru menimbulkan dampak ekologis baru.

“Ini pertanyaan yang harus dijawab pemerintah. Kalau tidak bisa diekspor, maka pasir itu mau diapakan? Jangan sampai masalah baru muncul dari solusi setengah jalan,” pungkas Andi.***

 

*) Penulis: Edi Aufklarung

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *