MAKLUMAT — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat sebanyak 91 produk skincare ilegal beredar di pasaran. Temuan ini kembali menyoroti rendahnya literasi masyarakat soal keamanan produk kecantikan.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FK Umsida), dr Erlina Krisdianita Novitasari, menyebut maraknya produk ilegal ini tidak lepas dari tingginya minat masyarakat terhadap kosmetik instan.
“Banyak dari mereka yang menginginkan kulit putih. Apalagi standar masyarakat Indonesia yang saat ini masih menganggap bahwa cantik itu harus berkulit putih,” ujarnya, dilansir dari laman resmi Umsida, Kamis (15/5/2025).
Menurut dr Erlina, edukasi tentang kosmetik yang aman masih belum merata. Masyarakat belum betul-betul memahami soal standar keamanan produk skincare.
Ia juga menyoroti kecenderungan masyarakat—terutama anak muda—yang menjadikan figur publik berkulit mulus sebagai standar kecantikan. Padahal, hasil yang diperoleh para selebriti umumnya tak lepas dari kombinasi skincare, perawatan rutin, hingga tata rias profesional.
“Meskipun kita sudah menjelaskan kepada masyarakat terus-menerus, kadang mereka masih denial karena standar kecantikannya masih berbeda,” tambah dr Erlina.
Regenerasi Kulit Butuh Waktu

Lebih lanjut, dr Erlina menekankan bahwa proses regenerasi kulit membutuhkan waktu. “Jika mereka meminta untuk memiliki kulit putih hanya dengan waktu satu minggu, menurut saya itu tidak mungkin,” tandasnya.
Ia menjelaskan, untuk mengevaluasi kecocokan skincare, terutama pada wajah, dibutuhkan waktu minimal tiga bulan. Penggunaan produk secara instan, terutama yang menjanjikan hasil cepat, rawan mengandung bahan berbahaya.
“Kulit standar itu bukanlah yang putih atau mulus. Ada juga pori-pori, bekas jerawat, dan warna yang tidak rata. Itu semua tidak bisa dihilangkan, melainkan diminimalisir,” terang dr Erlina.
Menurutnya, perlu sosialisasi yang lebih luas agar masyarakat tidak terpaku pada standar kecantikan seperti kulit putih atau glassy skin.
“Misalnya seseorang yang memiliki warna kulit sawo matang maka lebih baik dia tidak menerapkan standar kulit putih juga, tetaplah cantik dengan kulit tersebut,” kata dia.
Waspada Skincare Palsu, Cek BPOM

Lebih jauh, dr Erlina juga mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dalam memilih produk kecantikan. Ia menyarankan masyarakat hanya menggunakan skincare berlabel BPOM yang bisa dicek langsung di situs resmi.
“Kita bisa langsung menginput nomor BPOM di laman tersebut karena walaupun sudah tertulis BPOM, tapi ketika dicek ternyata produk tersebut tidak terdaftar. Karena ada beberapa oknum yang mencetak label BPOM sendiri,” jelasnya.
Ia membedakan skincare ilegal dengan produk beretiket biru, yaitu kosmetik racikan dokter yang legal meski tidak terdaftar di BPOM. Produk ini biasa ditemukan di rumah sakit, klinik, atau praktek pribadi dokter yang berkompeten dan terukur dalam peracikan.
“Jadi masyarakat mungkin bisa lebih mengetahui tentang perbedaan skincare yang ilegal atau tidak, terlebih bisa membedakan kandungan di dalamnya,” pungkas dr Erlina.