MAKLUMAT – Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam setiap tahun, menjadi pengingat umat Islam akan lahirnya sosok agung pembawa risalah kebenaran, keadilan, dan kasih sayang. Peringatan ini seharusnya tidak hanya sekadar tradisi atau seremonial dengan lantunan shalawat, tetapi juga momentum refleksi, yakni apakah nilai-nilai kenabian sudah benar-benar kita terapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Jelang dan di tengah suasana peringatan Maulid Nabi tahun ini, sang ibu pertiwi justru sedang bersusah hati. Indonesia diguncang gelombang demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat hingga menewaskan puluhan korban. Mereka menuntut kebijakan kebijakan pemerintah dan DPR harus pro rakyat, dan di antaranya adalah 17+8 tuntutan.
Tuntutan itu berakar dari keresahan akan ketidakadilan hukum, krisis kepercayaan terhadap wakil rakyat, hingga problem ekonomi yang menekan kehidupan sehari-hari. Rakyat turun ke jalan karena merasa suara mereka diabaikan.
Jika menengok teladan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau selalu menempatkan amanah di atas kepentingan pribadi. Rasulullah diingat sebagai pemimpin yang mampu mendengar keluhan umatnya, bahkan yang paling kecil sekalipun. Beliau mengajarkan bahwa kekuasaan adalah tanggung jawab, bukan alat untuk memperkaya diri atau kelompok.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Seorang pemimpin yang diangkat untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga atas dirinya.” (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjadi peringatan keras bagi para pemimpin bangsa. Amanah kepemimpinan bukan sekadar jabatan, melainkan pertanggungjawaban di hadapan Allah dan rakyat.
Kontras dengan itu, apa yang kita saksikan di Indonesia hari ini adalah jurang yang lebar antara penguasa dan rakyat. Wakil rakyat lebih sibuk melindungi kepentingannya sendiri, sementara janji-janji reformasi dan transparansi tak kunjung ditepati. Maka, wajar bila rakyat menuntut pertanggungjawaban.
Momentum Maulid ini seharusnya menjadi cermin bagi para pemimpin bangsa. Bila benar mengaku mencintai Nabi, maka buktikan dengan sifat amanah, adil, tabligh, dan fathanah dalam menjalankan tugas. Dengarkan aspirasi rakyat, buka ruang dialog yang tulus, dan berhenti menutup telinga dengan dalih politik.
Indonesia butuh pemimpin yang meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, yakni pemimpin yang merangkul, bukan menekan, pemimpin yang jujur, bukan penuh tipu daya; pemimpin yang berani berpihak pada kebenaran, bukan sekadar mengikuti arus kekuasaan.
Peringatan Maulid Nabi tahun ini jangan sampai sekadar menjadi pesta seremonial. Ia harus menjadi seruan moral bahwa bangsa yang besar, adalah bangsa yang rela meneladani akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, terutama dalam mengayomi rakyatnya yang sedang bersuara lantang di jalanan.