MAKLUMAT – MC Tuna Netra, Taufik Zulfikri, bukanlah mahasiswa biasa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Taufik menemukan terang saat penglihatannya terus turun.
Semua pandangan mahasiswa Ilmu Komunikasi ini menjadi gelap di saat karier MC-nya mulai cemerlang. Itulah naik turun karier Taufik Zulfikri.
Dia memiliki pengalaman panjang menjadi pembawa acara dan moderator dalam berbagai kegiatan, termasuk acara besar di Jakarta pada tahun 2018.
“Saya memandu acara di pusat perbelanjaan. Pengunjung yang hadir ribuan,” tutur Taufik mengawali kisah MC Tuna Netra seperti dilansir dari laman Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ahad (15/9/2024).
Taufik mengaku sedikit canggung karena tidak mendengar tepuk tangan dari penonton. Ternyata, para penonton yang hadir sebagian besar adalah disabilitas rungu. “Mereka memberikan tepuk tangan dengan bahasa isyarat,” ujar Taufik.
Taufik menggunakan teknologi untuk mendukung pekerjaannya. Ia memanfaatkan alat pendengar nirkabel dan ponsel untuk menggantikan cue card yang biasa digunakan oleh MC profesional.
“Saya menulis naskah di ponsel dan mencatat urutan acara agar tetap bisa memandu acara dengan lancar,” jelasnya.
Pengalamannya memandu acara tersebut menjadi titik awal baginya menekuni dunia public speaking. Taufik bergabung dalam berbagai komunitas, seperti komunitas film dan public speaking, untuk memperdalam kemampuannya.
“Meskipun saya tuna netra, saya tidak merasa berbeda dari MC lainnya. Saya tetap bisa memandu acara dengan baik,” tambahnya.
Awal Mula Tuna Netra
Taufik mengalami perubahan kehidupan usai didiagnosa low vision pada usia remaja. Taufik merasakan gejala sakit kepala hebat yang kemudian menyebabkan gangguan penglihatan pada saat duduk di bangku SMP pada tahun 2015.
Namun, kondisi tersebut tidak mematahkan semangatnya. Setelah menjalani masa sulit, Taufik bergabung dengan komunitas disabilitas netra, Mitra Netra, yang membantunya bangkit dan beradaptasi.
Tak hanya menekuni dunia MC, Taufik juga aktif dalam kegiatan lain, seperti olahraga blind football.
“Bola yang digunakan dalam permainan blind football memiliki suara, jadi kami bisa mengejarnya dengan mendengar sumber suara dari bola,” jelas Taufik.
Keinginan Taufik untuk memberdayakan sesama disabilitas netra membuatnya bersama beberapa rekan mendirikan Yayasan Matahatiku.
Yayasan ini berfokus pada pemberdayaan melalui wirausaha dan pengembangan diri.
“Kami ingin menciptakan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas, sehingga mereka bisa mengasah kemampuan dan menjadi subjek dalam kehidupan, bukan hanya objek,” ujar Taufik.
Dengan semangat yang tak pernah padam, Taufik membuktikan bahwa disabilitas bukan halangan untuk berkarya dan berdaya. “Kami ada bukan untuk dikasihani, tapi untuk diakui,” tutupnya.