Media dan Pesantren: Belajar Adab dari Kasus Trans7

Media dan Pesantren: Belajar Adab dari Kasus Trans7

MAKLUMATKasus viral boikot terhadap Trans7 yang mencuat beberapa hari terakhir seharusnya tidak berhenti sebagai gelombang kemarahan publik, terutama dari kalangan pesantren. Ia menjadi peringatan keras bagi dunia jurnalistik: media boleh cepat, tapi tak boleh kehilangan adab.

Berawal dari tayangan yang dianggap menyudutkan Pondok Pesantren Lirboyo, publik menilai Trans7 gagal menjaga etika dan kepekaan dalam memotret lembaga keagamaan. Kekecewaan pun meluas dari para santri, alumni, hingga masyarakat umum yang melihat pesantren bukan sekadar institusi pendidikan, melainkan rumah nilai dan moral bangsa.

Di sinilah letak pelajaran pentingnya: media modern harus belajar kembali memahami adab dalam berkomunikasi dengan ruang sakral seperti pesantren. Lirboyo, dan pesantren lain sejenisnya, adalah benteng ilmu dan akhlak. Menyentuhnya dengan narasi yang keliru sama artinya dengan mengaburkan wajah moral bangsa.

Sayangnya, di tengah logika rating dan algoritma, nilai jurnalistik sering kali tergeser oleh logika viralitas. Judul dibuat bukan untuk mencerdaskan, tapi untuk mengejutkan. Cepat tayang lebih penting daripada benar konteks. Padahal, berita adalah amanah — bukan sekadar produk tontonan.

Kasus Trans7 menunjukkan bahwa tanpa adab, kebebasan pers bisa kehilangan makna. Media seharusnya tidak hanya menjadi penyampai informasi, tapi juga penjaga harmoni sosial. Etika dan empati adalah bagian dari profesionalitas, bukan penghalang kebebasan.

Kita tidak menolak kritik terhadap pesantren. Justru kritik yang sehat penting agar lembaga keagamaan tetap adaptif dan transparan. Namun kritik yang baik lahir dari niat yang benar dan cara yang santun. Bukan dengan generalisasi, framing yang bias, atau kalimat yang merendahkan.

Baca Juga  Trans7 Sampaikan Permohonan Maaf ke Pondok Pesantren Lirboyo

Kini publik menanti, apakah media kita siap belajar dari kesalahan ini? Apakah Trans7 dan media lain mau menempatkan adab sejajar dengan rating? Karena di balik setiap berita, ada nurani yang sedang diuji.

Belajar dari kasus Trans7, pers Indonesia harus kembali ke akarnya—beradab dalam menyuarakan kebenaran. Karena di atas kecepatan, ada kejujuran. Di atas kebebasan, ada tanggung jawab. Dan di atas semua itu, ada adab yang tak boleh hilang.

*) Penulis: Rista Erfiana Giordano
Divisi Humas Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik PWM Jatim, Redaktur Senior maklumat.id , dan Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *