25.3 C
Malang
Senin, Februari 24, 2025
KilasMedia Sosial Pengaruh Besar dalam Pilihan Politik Masyarakat

Media Sosial Pengaruh Besar dalam Pilihan Politik Masyarakat

MAKLUMAT — Dahulu sejarah ditulis oleh pemenang. Ungkapan itu benar adanya,jika kita melihat berbagai buku sejarah Indonesia yang kita baca saat masa sekolah dasar.

Medsos
Penulis: Silviyana Anggraeni*

Dan ternyata lambat laun, dengan perkembangan dunia digital yang pesat, banyak informasi tentang sejarah Indonesia yang muncul baik sebagai pelengkap sejarah atau bahkan bertolak belakang dengan apa yang telah dituliskan dahulu. Contohnya seperti sejarah Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).

Dahulu, dalam buku sejarah kita, pasca G30S/PKI, PKI adalah kelompok orang yang dilabeli sebagai penghianat pancasila dan negara. Bahkan nama presiden Sukarno dan Soeharto turut mendapatkan imbas dari sepak terjang PKI. Sukarno dianggap ikut terlibat bahkan sebagai otak dari pemberontakan tersebut.

Adapula pendapat soal presiden Soeharto yang saat itu seorang panglima TNI RI yang memanfaatkan momen tersebut untuk menggulingkan Sukarno dari kursi kepresidenan dan memiliki maksud ingin menggantikannya.

Kini, di tengah derasnya arus informasi melalui media digital, tidak hanya pihak yang mendukung Soekarno dan Soeharto yang memberikan klarifikasi dan kesaksian tetapi juga dari pendukung PKI.

Bagaimana sekarang banyak pula anak-anak PKI yang menjadi bagian dari ormas, partai bahkan menjadi pejabat publik yang diam-diam memasukkan kembali paham-paham komunis. Mereka memberikan pembelaannya terhadap dosa PKI di masa lampau bahkan dengan sengaja ingin menghapus sejarah kelam tersebut. Padahal menghapus sejarah, berarti menghapus pembelajaran bagi generasi selanjutnya.

Dengan fakta itu, artinya sekarang siapa pun bisa menulis sejarah. Siapa pun bisa mem-publish apa yang mereka anggap benar. Masyarakat pun berhak memilih kebenaran siapa yang akan mereka ambil dan yakini. Di satu sisi ini adalah baik untuk memperkaya perspektif masyarakat.

Pada sisi lain sangat membahayakan karena kebebasan yang tidak dibatasi akan mengacaukan pola pikir, mengikis rasionalitas, menumpulkan pemikiran kritis masyarakat, dan akhirnya menghancurkan sendi-sendi bernegara itu sendiri.

Kebebasan berbicara yang telah diatur dalam undang-undang nampaknya tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat pada umumnya. Tetapi juga menjadi keuntungan bagi pihak-pihak seperti politikus dalam memengaruhi atau menggiring opini publik, baik melalui media berlisensi maupun melalui buzzer di media sosial.

Meski demikian, penggiringan opini publik melalui media sosial adalah yang paling dominan dilakukan. Alasannya, tentu karena masyarakat kita kini lebih tertarik pada postingan-postingan yang berbau asumsi saja.

Terlihat dari data reportal di tahun 2023. Terdapat total 167 juta pengguna media sosial, 153 juta adalah pengguna di atas usia 18 tahun yang merupakan 79,5 persen dari total populasi di indonesia.

Upaya penggiringan opini melalui medsos dilakukan tidak lain guna memperkuat posisi dan kekuasaan masing-masing pihak. Hari ini bisa kita lihat di sosial media populer seperti facebook, instagram, x dan tiktok, perang antar pemikiran dan keberpihakan itu begitu kentara. Baik keberpihakan pada pilihan politik, kebijakan publik, tokoh atau publik figur.

Dalam hal politik, Kampanye politik di media sosial memiliki dua sisi. Sisi produktifnya kampanye politik di medsos dapat secara efesien memperluas jangkauan pesan, ide dan gagasan kandidat kepada pemilih.

Pada sisi kontraproduktifnya, ketika kampanye politik di media sosial dilakukan dengan cara taktik agresif yang saling menyerang bahkan tidak segan merusak citra dari kandidat lawan. Hari ini media sosial telah mengubah bagaimana cara kampanye, memengaruhi persepsi publik, dan bahkan dapat memengaruhi pilihan politik.

Tidak heran jika para kandidat politik terkesan brutal dalam menaruh buzzer-buzzernya di media sosial meski dengan ongkos yang tidak murah. Untuk menyeimbangkan efek kontraproduktif dari kampanye medsos tersebut dibutuhkannya pendidikan politik yang memadai.

Yang paling bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik ialah partai politik itu sendiri. Baik kepada kader partai maupun kepada masyarakat luas sebagai stakeholder. Sedikitnya ada empat dampak dari pendidikan politik yang tidak berjalan ketika masyarakat dihadapkan pada suguhan konten politik di media sosial.

Dampak pertama, ketidakmampuan menganalisis informasi politik yang didapat dari medsos. Dampak kedua, tergesa untuk merespons isu politik tanpa melakukan cek and balance. Dampak ketiga, rentan melakukan berbagai cara kontraproduktif/agresif agar mendapatkan dukungan dan keberpihakan masyarakat medsos. Dampak keempat, terciptanya konflik dan perpecahan antar warga negara tidak hanya di dunia maya tetapi juga di dunia nyata.

Pendidikan politik tidak berjalan sebagaimana mestinya dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kesibukan masing-masing stakeholder. Yakni di mana partai politik saat ini tengah sibuk memenangkan politik pada tingkat eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Politikus sibuk mencari panggung.  Pejabat sibuk mengeruk kekayaan negara dan rakyat sibuk mencari sesuap nasi. Kesibukan itu bermuara pada kepentingan pribadi, kecuali pada segelintir orang yang masih memiliki jiwa nasionalis dan kenegarawanan.

Dampak paling besar dari era media sosial ini adalah fitnah. Fitnah yang tidak secara langsung diciptakan atau bahkan dengan sengaja diciptakan. Fitnah medsos sering pula di-ibaratkan oleh banyak ulama sebagai fitnah dajjal.

Untuk itu alangkah baiknya jika kita sebagai pengguna media sosial selalu memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari fitnah dajjal dengan doa yang disabdakan oleh Rasulullah dan juga selalu kita baca di akhir salat sebelum salam.

Doa tersebut berbunyi, “Allahumma inni audzubika min ‘adzabi jahannama wa min adzabil qabri wa min fitnatil mahya wal mamati, wa min syarri fitnatil masihid dajjal” yang artinya: “Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari azab Jahannam, azab kubur, fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR Muslim).

* Penggiat Literasi Lamongan

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer