Memaknai Kemerdekaan, Prof Husnan Bey: Tidak Boleh Ada Anak Bangsa yang Terpinggirkan

Memaknai Kemerdekaan, Prof Husnan Bey: Tidak Boleh Ada Anak Bangsa yang Terpinggirkan

MAKLUMAT — Plt Ketua Umum PP Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), Prof Dr Husnan Bey Fananie Lc MA, mengajak seluruh umat Islam, khususnya kader-kader dan dai daiyah Parmusi, untuk memaknai 80 tahun kemerdekaan Indonesia dengan semangat persatuan, serta terus bergerak dan berkontribusi bagi umat, agama, bangsa dan negara.

Hal itu ia sampaikan ketika menghadiri Musyawarah Wilayah (Musywil) ke-4 Parmusi Jawa Timur, yang digelar di Pondok Modern Bustanul Quran (PMBQ) Nurul Azhar, Ngoro, Mojokerto, pada Sabtu (16/8/2025).

Kontribusi dan Saham Umat Islam

Umat Islam, kata Husnan Bey, berperan krusial dan memiliki ‘saham’ besar atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2025.

“17 Agustus besok itu tidak akan pernah ada (proklamasi kemerdekaan) 17 Agustus kalau juga tidak ada saham umat Islam, tidak ada saham para ulama, para kiai, para santri, tidak ada saham para pejuang-pejuang Islam, tidak ada saham orang-orang Serikat Islam, orang-orang Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), tidak ada sahamnya orang-orang Nahdlatul Ulama (NU), tidak ada sahamnya orang-orang Masyumi, orang Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan semuanya,” sorotnya.

“Negeri ini tidak akan pernah terproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 kalau tidak ada itu semua. Alhamdulillah, alhamdulillah kita merdeka 17 Agustus, dengan semua merasa ikut memerdekakan diri, semua,” sambung Husnan Bey.

Tidak Boleh Ada yang Terpinggirkan

Lebih lanjut, Husnan Bey menegaskan bahwa memaknai kemerdekaan, maka harusnya tidak boleh ada lagi satu pun anak bangsa yang tertinggal dan terpinggirkan. Semua anak bangsa harus merasakan sebenar-benarnya kemerdekaan.

Baca Juga  Ketua LHKP PWM Jatim Tegaskan 3 Hal Penting Sebagai Navigator Politik

“Maka ketika merdeka, tidak boleh ada satu pun anak-anak negeri dan anak-anak bangsa ini yang tertinggal atau terbelakangkan atau terlindas oleh zaman, dan sebagainya, tidak boleh ada,” tandas mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Azerbaijan itu.

“Siapa yang tidak boleh ada? Tidak boleh ada satu orang pun, satu manusia pun di negeri ini, yang tidak tersentuh oleh kemerdekaan,” imbuh Husnan Bey.

Menurut Husnan Bey, hampir 300 juta penduduk Indonesia, adalah pemegang saham utama negeri ini.

“katakan 300 juta penduduk Indonesia, 300 juta penduduk Indonesia itu harus ada (kesadaran) bahwa kita adalah pemegang saham, di seluruh penduduk Indonesia 300 juta ini pemegang saham utama negeri ini,” tegasnya.

Jangan Mudah Menjual Aset Negeri

Ia mengajak agar masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, membangun kesadaran bersama dalam membangun negeri dan peradaban yang maju, dengan rakyatnya yang makmur dan sejahtera.

Sebab itu, ia menandaskan agar jangan sampai menggadaikan apalagi dengan mudah menjual aset-aset negeri, karena ketidaktahuan dan kebodohan yang masih menjangkiti.

Husnan Bey juga menekankan pentingnya terus membangun dan memupuk persatuan antar-anak bangsa, termasuk melalui Parmusi, sebagai wadah untuk menyatukan umat Islam Indonesia.

“Jadi jangan mudah-mudah menjual aset, jangan mudah-mudah menjual aset negeri ini, jangan mudah-mudah membiarkan negeri ini terjual, oleh siapa? Oleh kita sendiri, kita sendiri yang menjual aset,” sorotnya.

Baca Juga  Lantik 4 Warek Baru, Rektor Unismuh Makassar Tekankan Tugas Kekhalifahan

“Kenapa? karena ketidaktahuan kita, karena kebodohan kita, karena kita tidak mau bersatu. Maka hari ini ada Parmusi, Persaudaraan Muslimin Indonesia, yang awalnya partai muslimin Indonesia tahun 1994 di Yogyakarta dia mencair menjadi persaudaraan,” sambungnya.

Parmusi Bukan untuk Kelompok Tertentu

Parmusi, kata Husnan Bey, tidak memandang latar belakang organisasi ataupun kelompok tertentu. Yang terpenting adalah tetap menjiwai dan memegang teguh tauhid, laa ilaha illallah.

“Kita tidak melihat bapak/ibu dari Muhammadiyah, NU, dari Perti, atau apapun, selagi masih memegang umbul-umbul ilahiyah, yaitu laa ilaha illallah, maka dia adalah bagian dari Parmusi,” tegasnya.

Karena itu, ia menekankan pentingnya kepekaan dan kepedulian terhadap sesama, dalam bingkai persatuan.

Jika melihat ada umat ataupun seseorang yang terpinggirkan dan termiskinkan, maka kader-kader Parmusi harus menjadi garda terdepan dalam mengentaskan dan mengangkat mereka. Hal itulah yang disebutnya sebagai makna dari tagline yang senantiasa digunakan Parmusi, yakni connecting moslem.

“Kalau kita melihat ada sesuatu dari umat, entah itu berasal dari NU, entah itu Muhammadiyah, Perti, Nahdlatul Wathan, atau apapun namanya, kalau mereka terlantar, tersisihkan, termiskinkan, siapa yang melihat mereka? ada kita!” sebut cucu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor itu.

“Maka tak perlu bertanya eh lo orang NU ya? eh lo orang Muhammadiyah ya? tidak. Tapi angkat dia sebagai saudara kita, itulah makna connecting moslem,” tambah Husnan Bey.

Baca Juga  Malam Ini, Masif Ajak Anak Muda Refleksi Kemerdekaan RI Serentak di Lima Kota

Tak hanya itu, Husnan Bey juga menegaskan bahwa Parmusi tidak bergerak di ranah politik praktis. Meski begitu, Parmusi tidak anti-politik.

“Kita tidak anti dengan politik, tapi kita memfokuskan diri kepada hal-hal yang berkaitan dengan dengan kemasyarakatan,” tegas pria yang menempuh S1 di Pakistan dan S2 di Belanda itu.

*) Penulis: Ubay NA

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *