30.7 C
Malang
Kamis, November 21, 2024
OpiniMenafsir Prabowo dan Manifesto Nasionalisme Ekonomi "Membangun Kemandirian Indonesia yang Tak Tergoyahkan"

Menafsir Prabowo dan Manifesto Nasionalisme Ekonomi “Membangun Kemandirian Indonesia yang Tak Tergoyahkan”

Presiden terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto
Presiden Prabowo Subianto. Foto:IST

MAKLUMATPrabowo Subianto, dengan segala karisma dan keberaniannya, telah menciptakan gelombang baru dalam perdebatan ekonomi Indonesia. Sebagai pemimpin yang memiliki visi besar, ia tidak hanya sekadar merancang rencana-rencana ekonomi; ia menyuarakan sebuah manifesto yang akan mengguncang paradigma ekonomi negara ini.

Terima Kasih Jokowi
Penulis Antonius Widiyo Utomo *)

Dalam bukunya yang monumental Paradoks Indonesia, Prabowo mengungkapkan sebuah kritik tajam terhadap ketergantungan Indonesia pada ekonomi global yang didominasi oleh kepentingan asing.

Ia menyebut kondisi ini sebagai “paradoks” – negara yang kaya raya, namun rakyatnya masih banyak yang terlilit kemiskinan. Visi Prabowo jelas: nasionalisme ekonomi yang tak hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan adil.

Prabowo menegaskan bahwa Indonesia, dengan segala potensi sumber daya alamnya, harus melepaskan diri dari jerat imperialisme ekonomi. Ia mencatat bagaimana kekayaan alam negeri ini dikelola dengan cara yang justru menguntungkan pihak asing, meninggalkan rakyat sebagai penonton dalam pertunjukan kemakmuran yang tidak pernah mereka nikmati.

Bagi Prabowo, kondisi ini harus dihentikan. Negara harus hadir sebagai pelindung, pelaku, dan pengatur utama dalam perekonomian. Tanpa nasionalisme ekonomi yang kuat, Indonesia tidak akan pernah bisa menyentuh kemandirian yang sejati.

Sosok ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ekonom terkemuka yang sangat memikirkan kesejahteraan rakyat, memberi pengaruh besar terhadap pemikiran Prabowo. Meskipun Sumitro lebih mengusung kebijakan ekonomi yang terbuka, ia tetap memperjuangkan distribusi kekayaan yang adil.

Namun, Prabowo membawa pemikiran tersebut ke level yang lebih tinggi, dengan menekankan bahwa negara harus mengendalikan sektor-sektor strategis, seperti energi, pertambangan, dan industri pangan, agar kekayaan alam Indonesia dapat dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan hanya bagi segelintir elit atau korporasi asing.

Namun, nasionalisme ekonomi yang dibangun Prabowo bukanlah sekadar upaya proteksi terhadap pasar domestik. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk membangun ekonomi Indonesia yang tak hanya berdaulat secara politik, tetapi juga secara ekonomi.

Bagaimana sebuah bangsa yang kaya dengan sumber daya alam, seperti Indonesia, justru bisa terperangkap dalam ketergantungan dan ketimpangan sosial? Prabowo menjawabnya dengan tegas: kita harus melawan arus globalisasi yang hanya menguntungkan negara-negara kuat. Nasionalisme ekonomi adalah senjata untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di atas tanahnya sendiri.

Lebih jauh lagi, pengaruh Soe Hok Gie, tokoh aktivis yang dikenal dengan ketajaman kritiknya terhadap ketidakadilan, juga sangat terasa dalam pemikiran Prabowo. Soe Hok Gie mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus berani berbicara tentang kebenaran, meski itu berarti menentang sistem yang ada.

Dalam konteks ini, Prabowo menegaskan bahwa kapitalisme global yang tidak terkendali adalah ancaman bagi Indonesia. Negara harus melawan sistem yang cenderung menguntungkan negara besar dan korporasi multinasional, serta memperjuangkan ekonomi yang berbasis pada kepentingan rakyat.

Panggilan untuk Perubahan

Paradoks Indonesia bukan hanya sekadar buku, melainkan sebuah panggilan untuk perubahan. Di dalamnya, Prabowo mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, Indonesia harus memfokuskan diri pada pengembangan sektor-sektor lokal yang selama ini terlupakan.

Pertanian, perikanan, dan industri manufaktur dalam negeri harus didorong untuk tumbuh dan berkembang, dengan dukungan penuh dari negara. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa Indonesia mampu bersaing dengan dunia global dalam hal kualitas produk dan sumber daya manusia.

Namun, meskipun pandangan ini begitu tegas dan jelas, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Membangun ekonomi yang berdaulat, di mana negara mengambil peran aktif, bukanlah hal yang mudah. Banyak pihak yang akan mengkritik, mempertanyakan, atau bahkan menentang langkah tersebut.

Namun, bagi Prabowo, ini adalah perjuangan yang harus diteruskan. Ia sadar bahwa ekonomi global terus berkembang dan berubah, tetapi Indonesia tidak bisa hanya menjadi penonton. Jika Indonesia ingin maju dan sejajar dengan negara-negara besar, maka kemandirian ekonomi adalah langkah pertama yang harus diambil.

Sejak ia terpilih sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo telah menunjukkan tekad untuk menjalankan visi nasionalisme ekonomi ini, dengan menegaskan pentingnya memperkuat ketahanan negara dari aspek ekonomi dan militer.

Dalam berbagai pidato dan deklarasi politiknya, terutama dalam 100 hari pertama setelah pelantikannya, Prabowo sudah menyampaikan pesan tegas tentang pentingnya ketahanan ekonomi nasional. Ia berfokus pada pengembangan industri pertahanan dalam negeri, serta memperkuat sektor-sektor vital seperti energi dan pangan, yang selama ini sangat bergantung pada impor.

Pidato-pidato Prabowo pasca-pelantikan juga menekankan pentingnya transformasi dalam sektor pertanian dan industri dalam negeri, yang dalam banyak kesempatan ia sebut sebagai pondasi bagi kemandirian ekonomi Indonesia.

Dalam visi politiknya, Prabowo percaya bahwa Indonesia harus mampu mengelola kekayaan alamnya untuk kepentingan rakyat, dan membangun infrastruktur yang mendukung pemerataan pembangunan di seluruh wilayah negara.

Pengembangan sumber daya manusia, menurutnya, juga sangat penting agar Indonesia tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pemain yang signifikan dalam perekonomian global.

Sektor Pertanian

Prabowo menegaskan bahwa sektor pertanian harus diprioritaskan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan pangan. Hal ini, menurutnya, adalah bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian ekonomi, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri.

Selain itu, ia juga berfokus pada pengembangan industri pertahanan dalam negeri, untuk memastikan Indonesia tidak hanya bergantung pada senjata atau teknologi militer impor, tetapi mampu memproduksi dan mengembangkan kekuatan militer sendiri

Dalam perjalanannya, Prabowo juga menggagas pembentukan Andantara — sebuah lembaga yang dirancang untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor vital Indonesia, dengan fokus utama pada perekonomian lokal, ketahanan pangan, dan penguatan industri strategis.

Lembaga ini, menurut Prabowo, merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Andantara diharapkan tidak hanya menjadi lembaga eksekutif, tetapi juga berfungsi sebagai katalisator yang mampu mempercepat perubahan dalam ekosistem ekonomi Indonesia yang lebih adil dan merata.

Andantara bukan sekadar lembaga baru, tetapi simbol dari semangat nasionalisme ekonomi yang ingin Prabowo bangun. Ia berharap lembaga ini akan berperan sebagai penggerak utama dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada negara-negara besar dan perusahaan multinasional, serta memajukan perekonomian berbasis sumber daya domestik.

Di dalam visi Prabowo, Andantara adalah bukti konkret bahwa negara dapat memimpin dan mengendalikan arah ekonomi, mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi, dan membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, meskipun pandangan ini begitu jelas dan tegas, tantangan besar tetap ada. Bagaimana menyelaraskan tujuan besar ini dengan kebutuhan mendesak dalam sistem global yang saling terhubung?

Bagaimana menjaga keseimbangan antara proteksi ekonomi dan tetap menarik investasi asing yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan pemikiran dan strategi yang hati-hat

Namun, Prabowo tidak gentar. Ia terus memperjuangkan visi yang telah ia tawarkan dalam Paradoks Indonesia. Nasionalisme ekonomi yang ia usung adalah upaya besar untuk membawa Indonesia keluar dari cengkeraman ekonomi global yang tidak adil dan membawa negara ini menuju kemandirian yang sejati.

Dengan visi yang jelas, Prabowo bertekad mewujudkan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada kepentingan jangka pendek, tetapi juga pada kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia dalam jangka panjang.

Prabowo menawarkan kepada bangsa ini sebuah alternatif yang berani dan radikal. Nasionalisme ekonomi bukanlah sebuah ide yang abstrak, tetapi sebuah pilihan pragmatis untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Ia menolak gagasan bahwa Indonesia harus selalu menjadi negara penerima, yang hanya bisa berharap pada investasi asing untuk tumbuh. Sebaliknya, ia ingin Indonesia berdiri dengan kaki sendiri, mengelola sumber daya alamnya, memperkuat industri dalam negeri, dan menciptakan lapangan kerja yang adil bagi seluruh rakyat.

Visi Prabowo adalah visi yang berani, penuh tantangan, tetapi juga penuh harapan. Nasionalisme ekonomi yang ia tawarkan bukan hanya untuk masa depan politiknya, tetapi untuk masa depan bangsa ini.

Jika diterima dan diterapkan dengan hati-hati, ini bisa menjadi landasan yang kokoh bagi Indonesia untuk mencapai kemandirian ekonomi yang sesungguhnya, tanpa harus tergantung pada pengaruh asing yang selama ini mendominasi.

Prabowo tidak hanya mengusung sebuah program ekonomi, ia mengusung sebuah perubahan besar dalam cara pandang bangsa ini terhadap ekonomi dan kedaulatan negara. Paradoks Indonesia adalah buku yang lebih dari sekadar kritik terhadap sistem ekonomi global yang tidak adil, tetapi juga sebuah seruan untuk kebangkitan Indonesia.

Dalam visi Prabowo, bangsa ini harus keluar dari ketergantungan ekonomi yang merugikan dan memperkuat ketahanan domestik dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dan kemampuan sektor-sektor industri dalam negeri.

Jika visi Prabowo tentang nasionalisme ekonomi ini diterima dan dijalankan secara konsisten, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara yang mandiri dalam hal ekonomi, tetapi juga akan menjadi kekuatan regional yang disegani.

Negara ini bisa menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lainnya yang ingin lepas dari belenggu ketergantungan ekonomi global dan mendayagunakan potensi lokal mereka untuk kesejahteraan rakyat.

Dengan membangun sektor-sektor yang berbasis pada kekuatan dalam negeri seperti pertanian, industri manufaktur, energi terbarukan, dan industri pertahanan, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.

Berdiri Kokoh di Atas Kakinnya Sendiri

Ke depannya, kebijakan ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian global yang semakin terkoneksi, namun tetap berdiri kokoh di atas kakinya sendiri.

Namun, jalan menuju visi tersebut bukanlah tanpa tantangan. Untuk mewujudkan nasionalisme ekonomi yang diusung oleh Prabowo, dibutuhkan komitmen dari seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

Kerjasama antara sektor publik dan swasta, pengembangan infrastruktur yang merata, serta kebijakan yang pro-rakyat harus menjadi pilar utama dalam perjalanan menuju kemandirian ekonomi.

Prabowo, dengan segala pengalamannya sebagai pemimpin militer dan politik, tampaknya sudah memahami bahwa perubahan besar tidak bisa datang dalam semalam. Oleh karena itu, dia terus memperjuangkan ide-ide ini melalui berbagai pidato dan kebijakan, serta dengan menggagas lembaga strategis seperti Danantara untuk mempercepat terwujudnya transformasi ekonomi Indonesia.

Visi ini, meskipun penuh tantangan, juga memberikan harapan baru bagi Indonesia. Sebuah harapan bahwa negara ini bisa mengendalikan nasib ekonominya sendiri, tanpa tergantung pada kekuatan asing yang seringkali tidak berpihak pada rakyat kecil.

Jika berhasil, manifesto nasionalisme ekonomi Prabowo bisa menjadi fondasi kuat bagi Indonesia untuk mencapai kemakmuran yang sejati dan berkelanjutan, serta menjadikan Indonesia sebagai negara yang benar-benar merdeka, tak hanya secara politik, tetapi juga dalam hal ekonomi.

Dengan demikian, nasionalisme ekonomi yang digagas oleh Prabowo bukan sekadar sebuah retorika politik, tetapi sebuah strategi yang sangat diperlukan untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih adil dan berdaulat.

Sebuah Indonesia yang, untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, benar-benar memegang kendali atas perekonomiannya dan mampu meraih kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

*) Penulis adalah anggota LHKP PWM Jawa Timur, dan Ketua Relawan Kami Gibran Jawa Timur

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer