
MAKLUMAT — Kemajuan peradaban sebuah bangsa biasanya sangat ditentukan oleh kualitas generasi pejuang yang akan memimpin suatu bangsa tersebut kelak di kemudian hari. Generasi pejuang ini sangat dibutuhkan oleh bangsanya. Oleh karena itu, mendidiknya harus dilakukan dengan segenap upaya lahir batin.

Dimulai dengan menanamkan semangat nilai sebagai generasi pejuang sejak dalam alam pikiran. Setelah itu, dilakukan pelatihan intensif. Pelatihan ini pun bersifat khusus dan bertujuan khusus pula. Sebuah pelatihan agar hati selalu cenderung pada nilai-nilai perjuangan; juga pelatihan pembiasaan agar tubuh jasmani terbiasa bergerak dalam gerak langkah perjuangan. Pada akhirnya, diharapkan tumbuh keselarasan antara alam pikir, kecenderungan hati dan kekokohan jiwa serta gerak langkah tubuh jasmani dalam nilai-nilai perjuangan.
Pertanyaan mendasarnya: bagaimanakah cara menanamkan nilai-nilai juang sejak dalam alam pikiran, lalu menjadi kecenderungan hati serta kebiasaan gerak langkah tubuh jasmani yang ringan, sehingga lahirlah generasi pejuang?
Mentalitas Generasi Pejuang
Dalam psikologi diyakini bahwa penggerak kesadaran adalah pikiran dan jiwa yang berada dalam alam bawah sadar kita. Oleh karena itu, bila seseorang ingin dijadikan sebagai model aktor dengan semangat nilai tertentu, yang pertama kali harus ditata dan dikelola adalah alam bawah sadar pikir dan jiwanya. Dengan kata lain, menggerakkan orang membutuhkan upaya men-setting mentalitasnya dan mindset-nya sejak dini. Dengan logika umum ini, untuk melahirkan generasi pejuang, yang perlu di-set up adalah mentalitasnya dan alam pikirannya. Dalam bahasa agama: men-set up keyakinannya/faith/belief.
Proses menanamkan nilai sebagai generasi pejuang, seperti dilakukan Rasulullah Muhammad Saw, lalu diikuti oleh penerus dan pewarisnya dari kalangan ulama adalah menanamkan keyakinan akan kebaikan dan kebajikan. Keyakinan bahwa memihak kebaikan dan kebajikan akan melahirkan kebajikan berlipat yang tak berhingga. Keyakinan ini ditanamkan dalam hati dan jiwa, terus-menerus diamalkan. Ditempa, digembleng sehingga generasi awal Islam adalah para pejuang tangguh; pribadi bermental baja, tidak cengeng, tidak mudah mengeluh, tidak ingin gampang dan enaknya saja, dan generasi yang sangat setia lahir batin kepada Rasulullah Saw. Bukan ‘generasi stroberi’ kata istilah yang tren saat ini.
Keyakinan Generasi Pejuang
Keyakinan pertama yang ditanamkan oleh Rasulullah Saw adalah mental tauhid. Bergantung hanya kepada Allah. Berharap hanya kepada Allah. Meminta pertolongan hanya kepada Allah. Dalam proses tarbiyah yang dilakukan Rasulullah Saw, mental tauhid ini terus dipupuk, sehingga benar-benar mengalir dalam darah pribadi bertauhid.
Ketika dipaksa memilih tauhid ataukah kekafiran; keyakinan dengan langkah operasional yang bersih dan jujur ataukah langkah operasional yang kotor dan licik, pribadi bertauhid itu tetap teguh memegang prinsip memilih keyakinan dan cara-cara yang bersih dan jujur, meski taruhannya adalah jiwa, raga dan nyawanya.
Inilah yang dilakukan Bilal bin Rabah, sang muazin Nabi Saw, ketika lebih memilih disiksa dari pada kekufuran. Itulah pula yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, ketika tunduk patuh dan tetap tawakkal menerima perintah Rasulullah Saw untuk menggantikannya tidur di atas kasur Rasul, pada saat beliau Saw hendak hijrah.
Keyakinan kedua adalah mental penyabar, pemberani dan jujur. Sabar dalam berjuang. Tetap konsisten dan teguh pendirian dalam arah perjuangan. Sabar dalam kesetiaan terhadap nilai-nilai perjuangan. Pada saat yang sama, generasi pejuang harus berani dan jujur. Berani dalam bersikap dan jujur dalam berkata dan bertindak. Inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khatthab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan para sahabat Rasulullah Saw yang setia kepada beliau, dalam medan intrik dan pertempuran melawan kafir Quraisy.
Keyakinan ketiga adalah peduli dan melindungi yang lemah. Contoh yang dilakukan Rasulullah Saw dalam kepedulian terhadap anak yatim dan budak, serta melindungi mereka yang lemah, tanpa meghiraukan ejekan dan cemoohan orang kaya dan kafir Quraisy adalah role model (qudwah) generasi bermentalitas pejuang.
Lembaga pendidikan sudah sepatutnya memiliki visi melahirkan generasi pejuang ini. Dalam prosesnya, lembaga pendidikan itu sudah seharusnya mendidik dan mencetak generasi pejuang. Bukan generasi pekerja dan pengeluh; bukan generasi pengikut yang hanya memikirkan dirinya sendiri semata, tanpa tergerak jiwa dan raganya untuk peduli terhadap lingkungan, masyarakat, agama dan bangsanya. Sepertinya secara umum, ini relevan dengan tagar yang sedang tren saat ini: #KaburAjaDulu.
Wallaahu A’lam.
_______________
*) Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Lamongan; Sekretaris PDM Lamongan; Ketua Divisi Kaderisasi dan Publikasi MTT PWM Jawa Timur