Meneropong Kaderisasi Muhammadiyah di Era Digital

Meneropong Kaderisasi Muhammadiyah di Era Digital

MAKLUMAT — Sejarah panjang Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak pernah lepas dari kekuatan sumber daya manusianya. Sejak didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan pada 1912, Muhammadiyah terus menempatkan kaderisasi sebagai ruh gerakan. Melalui proses kaderisasi, Muhammadiyah bukan hanya menyiapkan pengganti, tetapi membentuk pribadi-pribadi yang mampu membaca zaman, memimpin perubahan, dan menjaga nilai-nilai Islam yang berkemajuan.

Di era digital yang penuh disrupsi seperti saat ini, tantangan pembinaan kader Muhammadiyah jauh lebih kompleks dibanding dekade sebelumnya. Perubahan sosial, kemajuan teknologi, serta pergeseran pola pikir generasi muda menuntut model kaderisasi yang adaptif, inovatif, dan futuristik tanpa kehilangan akar nilai-nilai keislaman.

Kaderisasi: Bukan Sekadar Formalitas

Sering kali, kaderisasi dalam organisasi keagamaan dipahami sebatas kegiatan rutin—mulai dari pelatihan dasar, jenjang pelatihan lanjutan, hingga orientasi keorganisasian. Padahal, dalam pandangan Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, kaderisasi adalah proses membentuk manusia seutuhnya. Seorang kader tidak hanya diukur dari loyalitas organisasi, tetapi dari keutuhan akhlaknya, ketajaman intelektualnya, kepekaan sosialnya, serta kemampuannya merespons perubahan zaman.

K.H. Ahmad Dahlan dalam pengajiannya selalu menekankan pentingnya pemahaman agama yang rasional, kontekstual, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Prinsip inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam membangun sistem kaderisasi di era digital. Kader Muhammadiyah hari ini bukan hanya dituntut piawai dalam retorika dakwah, tetapi juga cakap dalam literasi digital, etika bermedia, hingga memahami peran agama dalam diskursus global.

Baca Juga  Kembali pada Kewarasan

Tantangan Digitalisasi dan Pergeseran Nilai

Transformasi digital membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi, bekerja, dan belajar. Bagi organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, digitalisasi membuka peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, ruang digital bisa dimanfaatkan untuk memperluas dakwah dan kaderisasi berbasis teknologi. Di sisi lain, digitalisasi juga melahirkan tantangan berupa banjir informasi, budaya instan, hingga merebaknya paham keagamaan konservatif yang kadang sulit dikontrol.

Generasi muda Muhammadiyah saat ini adalah digital native yang akrab dengan media sosial, artificial intelligence, dan budaya viral. Proses kaderisasi yang kaku, monoton, dan hanya mengandalkan metode konvensional tentu akan sulit menarik minat mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi metode kaderisasi yang mampu menjangkau ruang-ruang digital tanpa kehilangan substansi nilai-nilai Islam Berkemajuan.

Islam Berkemajuan dan Kaderisasi Futuristik

Konsep Islam Berkemajuan yang menjadi identitas Muhammadiyah sesungguhnya memberikan landasan teologis dan filosofis untuk merumuskan model kaderisasi futuristik. Islam Berkemajuan menempatkan agama sebagai kekuatan yang mencerahkan, membebaskan, dan memajukan umat manusia dalam segala aspek kehidupan.

Dalam konteks ini, kader Muhammadiyah perlu dibekali wawasan tentang etika digital, literasi media, hingga kecakapan menghadapi isu-isu global seperti ekologi, keadilan sosial, dan kemanusiaan. Lebih dari itu, kaderisasi juga perlu mendorong lahirnya pemimpin muda Muhammadiyah yang tidak hanya aktif di ranah organisasi, tetapi juga berkiprah di bidang teknologi, seni digital, riset sains, dan dunia wirausaha berbasis nilai-nilai keislaman.

Baca Juga  Transformasi Mentalitas dan Kebudayaan Indonesia

Kader Muhammadiyah masa depan adalah mereka yang mampu membumikan nilai rahmatan lil ‘alamin di ruang digital, menjadi cyber da’i, content creator edukatif, pengembang aplikasi keislaman, hingga akademisi yang mengolah big data keumatan untuk kemaslahatan sosial.

Membangun Ekosistem Kaderisasi Digital

Untuk mewujudkan itu, Muhammadiyah perlu membangun ekosistem kaderisasi digital yang terstruktur. Mulai dari pengembangan platform e-learning kaderisasi, ruang diskusi virtual berbasis nilai Islam Berkemajuan, hingga pelatihan pembuatan konten dakwah kreatif. Penggunaan artificial intelligence untuk analisis dakwah, chatbot keislaman berbasis fatwa tarjih, hingga pengarsipan digital literatur Muhammadiyah bisa menjadi langkah strategis yang mendukung kaderisasi era baru.

Selain itu, pembinaan kader sebaiknya tidak hanya berorientasi ke dalam organisasi, tetapi juga diarahkan untuk membangun jejaring global. Di era keterbukaan informasi, kader Muhammadiyah harus mampu bersaing di level nasional dan internasional, membawa nilai-nilai Islam Berkemajuan ke ruang publik dunia.

Kader: Investasi Masa Depan

Kaderisasi adalah investasi jangka panjang Muhammadiyah. Di era digital, proses ini tidak boleh lagi bersandar pada cara-cara lama. Islam Berkemajuan yang adaptif, rasional, dan humanis harus menjadi pijakan untuk merumuskan metode kaderisasi yang responsif terhadap perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan tantangan kemanusiaan global.

Saatnya Muhammadiyah melahirkan kader-kader futuristik yang tidak hanya menguasai teks keislaman, tetapi juga cakap digital, kritis terhadap persoalan zaman, dan mampu menjadi pemimpin masa depan yang membawa pesan pencerahan bagi semesta.

Baca Juga  Budaya Penyematan Gelar Haji

Karena itu, Muhammadiyah tidak boleh berpuas diri dengan model kaderisasi yang bersifat seremonial, formalistik, dan berjarak dengan realitas sosial maupun perkembangan teknologi. Jika tidak berbenah, organisasi ini bisa kehilangan momentum strategis di tengah derasnya arus digitalisasi dan pergeseran orientasi generasi muda. Kaderisasi harus menjadi jantung gerakan, bukan sekadar program rutin.

Sudah saatnya Muhammadiyah membangun sistem pembinaan kader yang substantif, dinamis, dan proaktif menjawab problem-problem keummatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal di era digital. Dengan spirit Islam Berkemajuan, kader Muhammadiyah harus tampil sebagai pencerah yang menghadirkan nilai-nilai kemajuan, keadaban, dan keadilan sosial di tengah hiruk-pikuk zaman yang kerap kehilangan arah moral.

 

 

 

*) Penulis: Triyo Supriyatno
Wakil Ketua PDM Bidang Dikdasmen & PNF dan LEBIH dan Guru Besar UIN Maliki Malang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *