MAKLUMAT – Dalam lanskap pendidikan hari ini, keterampilan teknis mengajar tidaklah cukup. Ada hal lain yang tak kalah penting namun kerap luput dari sorotan: hospitality—etika layanan, sikap ramah, dan perhatian tulus terhadap orang lain.
Sebuah nilai yang lazim di industri perhotelan, tetapi sejatinya juga menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan. Hospitality telah menjadi sebuah kebutuhan integral di dunia pendidikan.
Teguh Hadi Saputro, dosen Bahasa Inggris yang juga General Manager Hotel Kapal dan My Dormy Hostel, menyebut bahwa sekolah adalah lembaga jasa.
Di dalamnya ada interaksi antar manusia yang terus berlangsung. Contohnya, antara guru dan siswa, staf dan wali murid, kepala sekolah dan masyarakat. Semuanya saling melayani, saling memberi pengaruh terhadap citra institusi.
Cerminan Kepribadian SDM
“Hospitality itu bukan sekadar tugas, tapi sikap,” ujarnya. Ia menekankan, layanan yang baik mencerminkan hati dan karakter. Bukan sekadar memberi instruksi, tetapi menunjukkan kepedulian. Dalam dunia pendidikan, ini bisa terwujud melalui senyum guru di pagi hari, respons cepat terhadap kebutuhan siswa, atau sikap terbuka terhadap kritik dari orang tua.
Dalam praktiknya, hospitality terwujud dalam lima pilar: penampilan profesional, komunikasi efektif, sikap positif, konsistensi dan keandalan, serta empati. Kelima aspek ini bukan hanya relevan di hotel atau restoran, tapi juga di ruang kelas, ruang guru, hingga ruang kepala sekolah.
Teguh meyakini bahwa ketika seorang pendidik memiliki sikap positif, citra diri dan branding institusi akan terbentuk secara alami.
Gagasan serupa diamini Prof. Khozin, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Menurutnya, membentuk pendidik yang paripurna berarti menyiapkan mereka untuk menghadapi berbagai medan pengabdian: dari sekolah, rumah, hingga komunitas.
Layanan dan Kebutuhan Belajar
Seorang pendidik agama, kata dia, tak cukup hanya menguasai teks dan teori. Ia harus hadir sebagai figur yang ramah, komunikatif, dan bisa membangun kepercayaan.
Lebih jauh, Khozin menggarisbawahi pentingnya penguasaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sebagai alat dakwah dan komunikasi global. Ia juga menyebut karakter Hizbul Wathan sebagai nilai tambah, menekankan pentingnya semangat melayani dan cinta tanah air dalam diri calon pendidik Islam.
Hospitality, dalam konteks ini, bukan tentang menyajikan minuman hangat atau membungkuk saat menyambut tamu. Melainkan tentang hadir secara utuh—dengan perhatian, komitmen, dan empati—untuk melayani kebutuhan belajar orang lain. Sebuah nilai yang jika ditanam sejak dini, akan membekas sepanjang hidup dan membentuk wajah pendidikan yang lebih manusiawi.
Comments