Menjelang Idul Kurban: Refleksi dan Antisipasi di Tengah Dinamika Zaman

Menjelang Idul Kurban: Refleksi dan Antisipasi di Tengah Dinamika Zaman

MAKLUMAT — Pengamatan saya melalui literasi digital mengungkap bahwa menjelang Idul Kurban 1446 Hijriah, masyarakat Muslim Indonesia kembali dihadapkan pada dinamika yang kompleks, mulai dari aspek keagamaan, sosial, hingga ekonomi. Sebagai momen yang sarat makna, Idul Kurban tidak sekadar tentang penyembelihan hewan, tetapi juga ujian keikhlasan, solidaritas, dan kesadaran kolektif.

Pertama, aspek syariat dan kesadaran berkurban patut menjadi perhatian. Di tengah harga hewan kurban yang fluktuatif—khususnya sapi dan kambing—banyak keluarga harus memutar otak untuk tetap bisa berpartisipasi. Fenomena patungan kurban semakin marak, bukan hanya karena keterbatasan finansial, tetapi juga sebagai bentuk adaptasi terhadap ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi. Di sisi lain, literasi tentang kriteria hewan kurban yang sah perlu terus digencarkan, mengingat masih ada praktik penjualan hewan kurang sehat atau terlalu kurus oleh oknum tak bertanggung jawab.

Kedua, distribusi daging kurban menjadi tantangan tersendiri. Di daerah perkotaan, pembagian daging seringkali tidak merata, sementara di pedesaan, keterbatasan lembaga penyalur membuat sebagian daging berisiko tidak terdistribusi optimal. Teknologi sebenarnya bisa menjadi solusi—misalnya dengan platform digital untuk memetakan daerah penerima atau sistem *tracking distribusi—namun, hal ini masih belum dimanfaatkan secara masif.

Hewan Kurban. (Foto: Unair)
Hewan Kurban. (Foto: Unair)

Ketiga, konteks sosial dan lingkungan juga perlu dikritisi. Tradisi ‘pamer hewan kurban’ di media sosial kerap mengaburkan esensi ibadah, bergeser menjadi ajang gengsi. Selain itu, pengelolaan limbah kurban—seperti darah dan jeroan—masih kerap menimbulkan masalah sanitasi di beberapa wilayah. Padahal, inovasi seperti pengolahan limbah menjadi pupuk atau biogas bisa jadi solusi berkelanjutan.

Baca Juga  Peserta Didik Versus Murid; Refleksi Konseptual atas Perubahan PPDB Menjadi SPMB

Terakhir keempat, spiritualitas kurban di era modern patut direfleksikan. Nabi Ibrahim mengajarkan ketundukan total pada Allah, tetapi hari ini, banyak yang terjebak pada ritualistik belaka. Kurban seharusnya menjadi momentum mengasah kepekaan terhadap kaum dhuafa, bukan sekadar rutinitas tahunan.

Sebagai penutup, Idul Kurban 1446 Hijriah harusnya menjadi titik tolak untuk memperbaiki sistem—mulai dari transparansi panitia, edukasi masyarakat, hingga pemanfaatan teknologi. Semoga ibadah tahun ini tidak hanya menyisakan daging, tetapi juga meninggalkan dampak sosial yang membekas di hati.

*) Penulis: Nashrul Mu’minin
Content Writer Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *