MAKLUMAT — Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa jumlah pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Indonesia kini telah melampaui pengguna kartu kredit. Lonjakan tersebut menunjukkan pergeseran perilaku transaksi masyarakat yang semakin mengandalkan sistem pembayaran digital.
Menurut Airlangga, saat ini pengguna QRIS telah mencapai lebih dari 50 juta dan terus mengalami tren peningkatan.
“(Pengguna) QRIS itu terus meningkat dan jumlah penggunanya di Indonesia sudah lebih dari 50 juta. Jadi, ini sudah lebih tinggi dari pengguna credit card (kartu kredit),” kata Airlangga saat menghadiri New Economic Order Indonesia’s Largest Investment Forum di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (9/10/2025).
Menurut Airlangga, perkembangan QRIS di Indonesia berlangsung sangat pesat dan bahkan kini sudah mulai diadopsi di berbagai negara. Saat ini, kata dia, sistem pembayaran berbasis QR tersebut sudah bisa digunakan di Malaysia, Thailand, Jepang, Tiongkok, serta Korea Selatan.
Bahkan, Bank Indonesia tengah mendorong perluasan kerja sama penggunaan QRIS ke Uni Emirat Arab (UAE). “Kita sedang mendorong untuk di Uni Emirat Arab. Kalau ini kita bisa lakukan, maka kita tidak menggunakan currency lain untuk transaksi di luar negeri. Nah, ini sangat membantu untuk menjaga stabilitas rupiah kita,” ungkap Airlangga.
Kendati demikian, di tengah pertumbuhan yang masif, sejumlah penyedia layanan pembayaran digital atau e-payment provider disebut-sebut mulai merasakan kehawatiran terhadap dominasi QRIS yang kian menguat di pasar domestik maupun internasional.
Waspada Celah Risiko Keamanan
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta, mengingatkan bahwa masih terdapat celah kecurangan dalam transaksi menggunakan QRIS, yang bisa dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
Ia menjelaskan, kecurangan bisa terjadi baik dari sisi pedagang maupun konsumen. Dari sisi pedagang, misalnya, QR code yang ditampilkan bisa saja bukan miliknya sendiri, melainkan milik orang lain. Akibatnya, konsumen salah melakukan pembayaran karena tidak memeriksa nama penerima.
“Terkait dengan QR saat ini tidak ada transaksi dengan QR palsu, mungkin yang terjadi itu jadi kalau misalnya pedagang mungkin bisa saja pedagangnya memakai bukan QR sendiri tapi QR-nya orang sehingga pembeli itu bisa saja salah menscane QR-nya,” kata Filianingsih pada Rabu (17/9/2025) lalu.
Sementara itu, dari sisi pembeli, potensi penipuan juga bisa terjadi. “Pedagang juga sama bisa saja pembelinya nakal dan pembelinya sudah menyiapkan seperti bukti transfernya membayar QR. Artinya, pembayar harus memperhatikan ada notifikasi seperti itu biasanya kalau uang sudah masuk ada notifikasi,” jelasnya.
Karena itu, BI mengimbau agar pedagang maupun konsumen sama-sama lebih waspada dan teliti. “Jadi, dari pihak pembeli atau pengguna kita harus memperhatikan apakah benar namanya apakah benar barang yang dibeli harganya,” ujarnya.
Filianingsih menekankan bahwa keamanan sistem pembayaran QRIS merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya milik otoritas keuangan atau penyedia layanan. Edukasi dan literasi digital menjadi kunci untuk menciptakan transaksi yang aman dan terpercaya.
“Jadi, kembali lagi siapa yang bertugas untuk edukasi ini tugas dari kita semua karena memperhatikan bahwa QRIS ini sudah menjadi pilihan utama untuk transaksi retail artinya pedagang, pembeli, otoritas, industri semuanya sama-sama bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dari transaksi QRIS ini,” tandasnya.
Minat Tinggi Publik terhadap QRIS
Meski masih memiliki celah risiko, data terbaru menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap QRIS terus meningkat. Tercatat hingga Agustus 2025, jumlah merchant atau pedagang yang menggunakan QRIS sudah mencapai 40 juta, atau 113 persen dari target tahun ini.
Nilai transaksinya bahkan telah menyentuh Rp 8,86 miliar, setara 136 persen dari target. Dari sisi pengguna, sudah ada 57,6 juta masyarakat yang memanfaatkan QRIS, atau sekitar 85 persen dari target nasional.
“Saya sedikit update hingga Agustus ini jumlah merchant atau pedagang yang menggunakan QRIS itu sudah mencapai 40 juta atau sekitar 113 persen dari target, dan transaksinya sudah mencapai Rp 8,86 miliar atau 136 persen dari target dan penggunanya juga sudah mencapai 57,6 juta, ini 85 persen dari target dan dari semuanya itu 93 persen dari merchant itu adalah UMKM,” terang Filianingsih.
Dengan pertumbuhan yang begitu cepat, QRIS kini dinilai bukan sekadar menjadi simbol transformasi digital nasional, tetapi juga pilar penting dalam penguatan ekonomi.