Site icon Maklumat untuk Umat

Menyongsong Agentic AI: Peluang dan Tanggung Jawab di Era Baru Kecerdasan Buatan

Dr. Suyoto, M.Si.

Dr. Suyoto, M.Si.

MAKLUMAT – Baru baru ini saya mengikuti sebuah pertemuan terbatas yang menggugah pikiran, bertajuk “Agentic AI: The Next Frontier for Digital Natives” di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Ecosystem dan Microsoft. Para pesertanya para pelaku usaha lintas sektor: dari kuliner, layanan kesehatan, data, hingga properti. Diskusi malam itu membuka mata saya bahwa Artificial Intelligence (AI) bukan sekadar “alat bantu pintar”, tapi bisa menjadi agen perubahan peradaban.

Di sisi lain, selama ini saya sering mendengar kekhawatiran dari para pendidik, agamawan, aktivis sosial, dan orang tua: AI dianggap mengancam moral, menyebabkan kecanduan digital, hingga memperparah konflik sosial. Dalam pendidikan, AI sering dituding sebagai jalan pintas “cheating“, menyesatkan karena hallucination, atau merusak daya pikir kritis. Namun, faktanya: jika digunakan dengan bijak, AI bisa membantu siswa mencapai potensi tertingginya.

Lalu, bagaimana menempatkan dialektika optimisme dan pesimisme ini?

1. Mengenal Dua Paradigma: Generative AI dan Agentic AI

Kita perlu membedakan dua jenis utama AI modern:

Menurut pakar AI, ada 5 jenis utama Agentic AI:

Bayangkan AI yang bisa membantu Anda mengelola bisnis kopi: dari mengecek stok, membaca emosi pelanggan, menganalisis tren, hingga memberikan rekomendasi harga dan promosi. Inilah Agentic AI: bukan hanya asisten, tapi rekan kerja digital yang adaptif dan otonom.

2. Mengadopsi AI Secara Bertanggung Jawab

Adopsi AI perlu kita lihat sebagai perjalanan kesadaran, bukan sekadar adopsi teknologi. Ada tiga fase utama:

Dalam konteks ini, pertanyaan pentingnya adalah: Bagaimana menciptakan Agentic AI yang bertanggung jawab? Jawabannya ada pada prinsip-prinsip Responsible AI:

3. Manfaat Nyata AI dalam Dunia Nyata

Bisnis:

Contoh lokal seperti Kopi Kenangan menggunakan AI untuk mengelola rantai pasok, menganalisis sentimen pelanggan, menyusun dokumen, dan mempercepat pengambilan keputusan. AI menjadi co-pilot untuk efisiensi dan ketepatan.

Media:

AI mempercepat riset, memahami sentimen publik, bahkan menulis draf awal berita. Namun, tetap diperlukan jurnalis yang etis agar tidak terjadi manipulasi informasi.

Kesehatan:

AI digunakan untuk konsultasi digital, diagnosis awal, bahkan pengelolaan rekam medis. Namun tetap perlu prinsip human-in-the-loop, di mana dokter tetap menjadi penentu akhir. Tanggung jawab kolektif dan regulasi harus berjalan beriringan.

Pendidikan:

AI bisa menjadi mentor pribadi yang memahami gaya belajar siswa. Bukan untuk menggantikan guru, tapi mendukung pencapaian potensi maksimal siswa—dengan panduan etik, tentunya.

Kemiskinan dan Ketahanan Pangan:

AI mampu menganalisis data pertanian, memprediksi panen, merekomendasikan waktu tanam, mengelola distribusi pangan. Dengan itu, kita bisa lebih siap melawan kelaparan.

4. Kenali Peran dan Tanggung Jawab Anda

Kesiapan Moral dan Sejarah Baru Umat Manusia

Agentic AI adalah peluang besar untuk memperbaiki cara kita bekerja, berhubungan, dan mencipta nilai baru. Namun, untuk itu, kita butuh kesadaran moral dan tanggung jawab sejarah: bahwa teknologi harus melayani kemanusiaan, bukan sebaliknya.

Kita tidak cukup hanya melek digital, tetapi juga perlu literasi etis dan historis: memahami apa artinya menjadi manusia di era AI. AI tidak boleh menjauhkan kita dari sesama, tetapi justru mendekatkan dan memanusiakan kita semua.

Jakarta, 4 juni 2025

Exit mobile version