MAKLUMAT — Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr Irwan Akib, menyorot soal tantangan besar pendidikan di era ini. Menurutnya, selain masalah biaya, perkembangan teknologi juga menjadi tantangan tersendiri dalam mencetak generasi masa depan yang unggul.
Hal itu ia sampaikan ketika menjadi pembicara dalam sesi utama pada rangkaian Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Forum Keluarga Alumni IMM (Fokal IMM), yang digelar di Balai PPSDM Kemendikdasmen, Kota Depok, Sabtu (12/7/2025). Kegiatan tersebut mengusung tema ‘Pendidikan, Teknologi, dan Tantangan Masa Depan‘.
Teknologi Harus Dikuasai, Bukan Ditakuti
Dalam sesinya, Irwan Akib menyampaikan bahwa tantangan terbesar pendidikan di era ini bukan semata pada biaya, tapi pada kemampuan untuk mempersiapkan generasi sebagai pencipta, bukan korban teknologi.
“Teknologi dari zaman ke zaman selalu menimbulkan kegelisahan. Dulu saat kalkulator muncul, orang takut anak tak bisa berhitung. Tapi tugas anak bukan menghitung, melainkan berpikir kritis. Itu yang harus kita bangun,” tegasnya.
Irwan juga mendorong lahirnya pola subsidi silang di kalangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA)—di mana kampus besar membantu kampus kecil, dan orang tua mampu ikut menopang pendidikan anak-anak dari keluarga prasejahtera.
“Jadi rektor di PTMA itu berat. Harus cari mahasiswa sendiri, cari dana sendiri, dan memastikan kesejahteraan dosen. Tapi itulah tanggung jawab dakwah kita bersama,” imbuhnya.
IMM Jangan Sekadar Jadi Pengguna Teknologi
Selain itu, Irwan juga menekankan bahwa IMM sebagai gerakan intelektual muda harus mengubah cara pandang terhadap teknologi. Ia memperingatkan agar pendidikan Muhammadiyah tidak mendorong kader hanya ke bidang-bidang yang mudah tergantikan oleh sistem otomatisasi.
“IMM harus fokus pada pendidikan dan teknologi. Jangan hanya jadi pengguna, tapi harus jadi pengembang dan pemilik teknologi itu sendiri,” tandas pria yang juga pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) itu.
Hal ini, menurut Irwan, menjadi sangat krusial agar Muhammadiyah tidak hanya menjadi objek disrupsi, melainkan pelaku utama dalam membentuk ekosistem teknologi yang berkeadaban.
Dana Abadi Pendidikan dan Tanggung Jawab Alumni
Sementara itu, isu krusial lainnya muncul dari Usman Abdul Watik, salah satu peserta, yang menyinggung tentang pentingnya menciptakan dana abadi pendidikan untuk membebaskan PTMA dari ketergantungan pada SPP mahasiswa. Ia juga menyampaikan keprihatinan tentang mahasiswa yang gagal kuliah karena tak mampu membayar setengah dari biaya.
Menanggapi hal tersebut, Irwan Akib menjelaskan bahwa upaya itu telah dimulai melalui beasiswa kader dan bantuan sekolah dari Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Non-Formal (Dikdasmen PNF) serta Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah. Namun, karena jumlah sekolah sangat banyak, cakupannya belum bisa merata.
“Namun karena jumlah sekolah kita ribuan, bantuan itu belum bisa menjangkau semua. Kita butuh lebih banyak alumni untuk gotong royong,” katanya.
Sebab itu, Irwan mengusulkan agar Fokal IMM membentuk unit strategis untuk menghimpun donasi alumni mapan yang peduli pada masa depan pendidikan kader muda Muhammadiyah.
Menjadi Produsen Teknologi Berbasis Nilai
Kritik reflektif juga datang dari peserta diskusi mengenai posisi umat Islam yang selama ini hanya menjadi konsumen teknologi. Merespon itu, menurut Irwan, Muhammadiyah dengan jaringan sekolah dan kampus yang luas, harus mampu mencetak pencipta teknologi, bukan sekadar pengguna.
“IMM harus mencetak bukan hanya pengguna, tapi pencipta teknologi. Kita harus jadi produsen bukan konsumen,” tegas Irwan.
Menutup sesi utama tersebut, Dr. Yayat Sumatra MSi sebagai moderator, menekankan bahwa teknologi bukan satu-satunya fondasi dalam pendidikan. Nilai-nilai moral dan akhlak tetap harus menjadi panglima.
“Nabi tidak berdakwah dengan kecerdasan buatan, tapi dengan akhlak. IMM harus merancang pendidikan masa depan yang berpijak pada AI dan berjiwa amanah,” ungkap Yayat.
Sesi ini menegaskan bahwa IMM tidak boleh tinggal diam di tengah perubahan. Fokal IMM diharapkan mampu menjadi laboratorium strategi dan jejaring solusi, untuk menjawab tantangan pendidikan dan teknologi masa depan.
Muhammadiyah, melalui IMM dan PTMA, harus bergerak lebih progresif, bukan sekadar beradaptasi, tapi juga menciptakan arah zaman itu sendiri.
Sekadar diketahui, Rakornas Fokal IMM berlangsung selama tiga hari, mulai 10 hingga 12 Juli 2025. Forum tersebut tak hanya membahas strategi pengentasan kemiskinan dan penguatan peran PTMA, tetapi juga menggali tantangan mendasar pendidikan Muhammadiyah di era disrupsi teknologi.