PADA 17 Agustus 2024, Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79. Setiap tahun, peringatan ini menjadi momentum nasional yang penuh semangat patriotisme. Namun, di balik euforia perayaan tersebut, ada satu pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan: Sudahkah kita benar-benar merdeka dalam arti yang hakiki?
Kemerdekaan, dalam pengertian dasarnya, adalah kondisi di mana individu, kelompok, atau bangsa memiliki kebebasan penuh untuk menentukan nasibnya sendiri, tanpa adanya intervensi atau penindasan dari pihak luar. Bagi Indonesia, yang telah merdeka dari penjajahan fisik selama 79 tahun, kemerdekaan seharusnya berarti kemampuan untuk berdiri sendiri sebagai bangsa yang berdaulat dan mandiri. Namun, esensi dari kemerdekaan ini jauh lebih kompleks dan dalam daripada sekadar pembebasan dari penjajahan kolonial.
Kemerdekaan sejati mencakup lebih dari sekadar status politik. Ia juga melibatkan tanggung jawab besar dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, dan kesetaraan di dalam masyarakat. Kemerdekaan adalah hak, tetapi juga merupakan kewajiban untuk memastikan bahwa kebebasan yang dimiliki dijalankan dengan menghormati hak-hak orang lain, menjaga keseimbangan, serta memastikan ketertiban dalam kehidupan bersama. Dengan kata lain, kemerdekaan bukan hanya kebebasan dari belenggu fisik, tetapi juga mencakup kebebasan berpikir, berbicara, dan berbuat, serta kebebasan untuk meraih potensi terbaik baik sebagai individu maupun sebagai bangsa.
Namun, apakah semua itu sudah tercapai? Ataukah kita masih terperangkap dalam kondisi “merdeka yang belum merdeka”?
Istilah “merdeka yang belum merdeka” sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana secara formal suatu negara atau masyarakat telah merdeka, namun dalam kenyataannya masih terikat atau bergantung pada kekuatan lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Ketergantungan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari ketergantungan ekonomi, dominasi politik, hingga persoalan keadilan sosial dan kedaulatan wilayah.
Dalam konteks ekonomi, meskipun Indonesia telah merdeka secara politik, ketergantungan pada negara lain dalam hal perdagangan, investasi, dan bantuan keuangan masih menjadi tantangan besar. Ketergantungan ini membuat kebijakan ekonomi nasional sering kali tidak sepenuhnya independen, karena masih dipengaruhi oleh kepentingan dan tekanan dari negara atau lembaga internasional tertentu. Padahal, kemerdekaan ekonomi adalah salah satu pilar penting dalam mewujudkan kedaulatan bangsa yang sesungguhnya.
Di ranah politik, dominasi pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun luar negeri, juga berpotensi memengaruhi arah kebijakan nasional. Meskipun Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, intervensi politik dari kekuatan besar lainnya tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini terkadang menciptakan situasi di mana kebijakan nasional tidak sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan segelintir elit atau tekanan internasional.
Persoalan keadilan sosial juga menjadi tantangan besar dalam upaya mewujudkan kemerdekaan yang hakiki. Meskipun Indonesia telah bebas dari penjajahan fisik, berbagai bentuk ketidakadilan, kemiskinan, dan diskriminasi masih kerap dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Ketimpangan ekonomi yang lebar, akses pendidikan dan kesehatan yang tidak merata, serta diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu menunjukkan bahwa tidak semua warga negara benar-benar merasakan buah kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pendahulu bangsa.
Selain itu, dalam konteks kedaulatan, masih ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang merasa terpinggirkan dan tertinggal dari arus pembangunan nasional. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan pembangunan sering kali membuat daerah-daerah ini merasa belum sepenuhnya merdeka, meskipun secara formal mereka adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa kemerdekaan politik belum sepenuhnya diikuti oleh kemerdekaan sosial dan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Maka, ketika kita merayakan kemerdekaan, penting untuk menyadari bahwa perjuangan belum sepenuhnya usai. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memastikan bahwa kemerdekaan yang kita rayakan benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Kita harus terus berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan yang sejati, yang tidak hanya terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari segala bentuk ketergantungan dan ketidakadilan.
Dengan demikian, kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab besar untuk membangun bangsa yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Semoga peringatan HUT Kemerdekaan ke-79 ini menjadi momentum bagi kita semua untuk merenungkan makna kemerdekaan yang sejati dan berkomitmen untuk terus mewujudkannya dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
_______________________
H. Sholikin Jamik, penulis adalah Wakil Ketua PD Muhammadiyah Bojonegoro