30.7 C
Malang
Kamis, November 21, 2024
KilasMilad ke-112, Haedar Nashir Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua

Milad ke-112, Haedar Nashir Tegaskan Komitmen Muhammadiyah Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menyampaikan pidato Milad ke-112 Muhammadiyah, Senin (18/11/2024). (Foto: Ubay)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menyampaikan pidato Milad ke-112 Muhammadiyah, Senin (18/11/2024). (Foto:Tangkapan layar/ Ubay)

MAKLUMAT – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, menyampaikan pidato peringatan Milad ke-112 Muhammadiyah dengan tema ‘Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua’, Senin (18/11/2024).

Dalam pidatonya, Haedar menegaskan, kemakmuran Indonesia tidak boleh hanya dinikmati sekelompok kecil orang, sedangkan mayoritas rakyat hidup di garis kemiskinan.

Upaya ‘menghadirkan’, kata Haedar, adalah suatu keadaan untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.

“Kata hadir dari Bahasa Arab mengandung arti maujud, yakni ada dan mengada atau mewujud di dunia nyata. Hadir dalam kaitan hadlarah artinya menghadirkan peradaban, yakni membangun kebudayaan berkemajuan,” jelasnya, melansir siaran di kanal Muhammadiyah Channel, Senin (18/11/2024).

Sementara itu, kata ‘makmur’ dalam Bahasa Indonesia artinya banyak hasil, banyak penduduk dan sejahtera, serba kecukupan, tidak kekurangan. Sedangkan ‘memakmurkan’ ialah membuat dan menyebabkan menjadikan makmur.

“Kemakmuran atau keadaan makmur adalah semua harta milik dan kekayaan potensi yang dimiliki negara untuk keperluan seluruh rakyat, keadaan kehidupan negara yang rakyatnya mendapat kebahagiaan jasmani dan rohani akibat terpenuhi kebutuhannya,” kata Haedar.

Menurut Haedar, kemakmuran suatu negeri merupakan kondisi kehidupan yang tanahnya subur dan penduduknya berkembang pesat, sejahtera, subur, beruntung, dan sukses dalam diri individu dan masyarakat atau bangsanya.

Kemakmuran, lanjutnya, sering kali menghasilkan kekayaan yang berlebih termasuk faktor-faktor lain yang dapat menghasilkan kekayaan yang berlimpah dalam segala tingkatan, seperti kebahagiaan dan kesehatan.

Pandangan lain merujuk pada konsep yang seimbang, bahwa kemakmuran adalah kesejahteraan lahir dan batin, material dan spiritual, sehingga bukan kemajuan fisik, materi, dan ekonomi belaka.

Kemakmuran untuk Semua

Kemakmuran Indonesia niscaya merata untuk seluruh bangsa dalam spirit Sila Kelima Pancasila, ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

Kemakmuran Indonesia berlaku untuk seluruh warga sebagaimana Pasal 33 UUD 1945, ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.

“Kemakmuran Indonesia tidak boleh hanya untuk kelompok kecil orang, sementara mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak berkemakmuran,” tandas Haedar.

Mengutip pidato Ir Soekarno dalam Sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.”

Indonesia makmur dalam khazanah bangsa disebut ‘Gemah Ripah Loh Jinawi‘, negeri yang tanahnya subur serta masyarakatnya tenteram, damai, aman, adil, dan makmur. Indonesia sering disebut negeri yang makmur karena tanah airnya indah dan mengandung kekayaan alam yang luar biasa banyak. Multatuli menyebut Indonesia sebagai negeri ‘Untaian Zamrud di Khatulistiwa’.

Haedar mengatakan, negeri yang makmur selaras dengan idealisasi Islam, ‘Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur‘.

Laqad kāna lisaba’in fī maskanihim āyah(tun), jannatāni ‘ay yamīniw wa syimāl(in), kulū mir rizqi rabbikum wasykurū lah(ū), baldatun ṭayyibatuw wa rabbun gafūr(un). (QS Saba Ayat 15)

Sungguh, pada (kaum) Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS Saba Ayat 15)

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menyampaikan pidato Milad ke-112 Muhammadiyah, Senin (18/11/2024). (Foto:Tangkapan layar/ Ubay)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menyampaikan pidato Milad ke-112 Muhammadiyah, Senin (18/11/2024). (Foto:Tangkapan layar/ Ubay)

Momentum Refleksi

Lebih lanjut, Guru Besar Bidang Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu mengatakan, Milad ke-112 Muhammadiyah merupakan sebuah momentum untuk melakukan refleksi.

Hal itu, kata dia, dilakukan dalam rangka evaluasi (muhasabah) dan sekaligus proyeksi (maudhu’ah) atas seluruh program serta gerakan yang dilakukan Persyarikatan sejauh ini.

Gerakan Islam ini, menurut Haedar Nashir, tidak kenal lelah dalam upaya memakmurkan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal. Melalui lini pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan seluruh praksis usahanya selama ini, Muhammadiyah membuktikan orientasi pada ikhtiar memakmurkan bangsa dan negara Indonesia.

Demikian halnya dengan seluruh usaha yang dilakukan ‘Aisyiyah maupun seluruh komponen di lingkungan Persyarikatan. Semuanya bergerak untuk mewujudkan kemakmuran kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta yang berorientasi rahmatan lil ‘alamin.

“Kemakmuran dalam dimensi kesejahteraan dan kemajuan yang bersifat utuh dan menyeluruh, yakni lahir dan batin, material dan spiritual, serta duniawi dan ukhrawi,” sebutnya.

Agar kesinambungan dapat terus terjaga, peran pemimpin menjadi esensial di lingkungan Persyarikatan. Haedar mengingatkan, kepemimpinan yang ideal harus selalu hadir di seluruh tubuh Muhammadiyah, mulai dari level pusat, daerah, cabang dan ranting hingga kader per kader.

Pesan KH Ahmad Dahlan

Hal tersebut, kata Haedar, telah ditegariskan pula oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, bahwa pemimpin Muhammadiyah dituntut menjadi pemimpin kemajuan Islam.

Artinya, lanjut Haedar, pemimpin yang menghidupkan akal pikiran; sosok yang mampu membedakan antara petunjuk dan kejahiliyahan. Tak kalah penting, pribadi yang berkomitmen menjadikan Islam agama yang bercahaya.

“Menurut pendiri Muhammadiyah, ‘Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama’,” ujar Haedar mengutip KH Ahmad Dahlan.

“Agama adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam. Bukan keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan,” imbuh Haedar.

Sesuai dengan Risalah Islam Berkemajuan, karakter kepemimpinan yang ideal bercirikan profetik dan transformatif. Kepemimpinan ini meneladan Nabi Muhammad SAW yang berhasil membangun peradaban Madinah al-Munawwarah sebagai tonggak bangunan kejayaan Islam.

Kepemimpinan model Islam tersebut dipraktikkan oleh Kiai Dahlan dalam Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan yang bercorak modernis dan reformis. Ini dapat menjawab serta memberi solusi alternatif atas masalah dan tantangan zaman.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer