BERLARUTNYA para calon presiden (capres) menetapkan calon wakil presiden (cawapres) masing-masing membuat sebagian kalangan terus berspekulasi menggiring opini tiada henti. Seperti bermain sepak bola, penggiringan bola menuju gawang lawan sudah dilakukan mulai bola berada di barisan pemain belakang. Tetapi, bola tetap saja belum beranjak dari posisi semula. Jangankan ditendang ke gawang lawan, diberikan ke pemain depan saja belum bisa dilakukan. Bola ternyata masih berada di barisan pemain tengah. Diolah dan terus diolah, sampai kapan, para pemain sendiri pun barangkali tidak mengetahui kapan harus dioper ke pemain depan dan ditendang ke gawang.
Analogi cawapres dengan permainan sepak bola menimbulkan beberapa pertanyaan. Sampai kapan bola diberikan ke pemain depan dan ditendang ke gawang lawan? Apakah pemain belakang lawan begitu kuat sehingga siap menghadang bola yang menerobos barisan mereka? Mengapa pemain depan belum mampu melewati barisan belakang lawan, padahal mereka adalah pemain berkapasitas, dibeli dengan nilai transfer yang mahal. Pertanyaan serupa juga ditujukan kepada para capres tentang pilihan cawapres yang diinginkan: sampai kapan capres memiliki cawapres secara definitif; apakah capres takut mengumumkannya karena celah isu kasus masa lalunya; bukankah cawapres yang telah lama digadang memiliki elektabilitas terukur.
Selain semua pertanyaan di atas, sebagaimana terjadi dalam musim transfer pemain di dunia persepak bolaan, tawar-menawar masih berlangsung sampai didapatkannya kesesuaian cawapres yang diinginkan. Variabel penawaran bisa jadi ditentukan empat “tas”: elektabilitas, kualitas, kapabilitas, bahkan mungkin juga “isi tas”. Dalam Capacity Building yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Trawas pada 5-6 dan 12-13 Agustus 2023, Ketua PWM merasa sangat senang apabila ada kader Muhammadiyah bisa diterima untuk posisi cawapres. Serempak sekitar lima ratus peserta yang mewakili Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-Jawa Timur menyebut nama Muhadjir Effendy untuk posisi yang dimaksud. Duduk di depan panggung bersama pemateri lain, yang bersangkutan tersipu menerima endorsement dari hadirin.
Bukan tanpa alasan para peserta Capacity Building memberikan dukungan kepada Guru Besar Universitas Negeri Malang ini jika dikehendaki untuk menjadi cawapres. Warga Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia merasa senang apabila wacana ini menjadi kenyataan. Jaringan yang dimiliki Muhammadiyah siap mendukungnya. Sebagai organisasi dengan sedikitnya 30 juta pengikut, lebih dari 12.000 amal usaha, yang terdiri dari perguruan tinggi, sekolah dari tingkat dasar sampai menengah atas, pondok pesantren, rumah sakit, dan lainnya. Posisi Muhadjir sebagai salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah cukup berpengaruh di lingkungan amal usaha yang disebutkan.
Muhadjir juga pernah menduduki jabatan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang yang berhasil membentuk jejaring untuk membina Perguruan Tinggi Muhammadiyah di kawasan timur Indonesia. Melalui jejaring ini, ia bisa diterima di masyarakat kawasan timur Indonesia. Dalam mengemban tugasnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), dia pergi ke Papua beberapa waktu lalu. Dia bercerita bisa masuk di kawasan dalam Papua tanpa adanya insiden keamanan. Bisa jadi, pengalaman ini menunjukkan penguasaannya tentang medan tersebut melalui komunikasi yang terbina selama ini. Semua itu merupakan jaringan yang penting untuk dimobilisasi menjadi dukungan. Karena itu apabila jaringan potensi Muhammadiyah digerakkan, meskipun tanpa riak, akan menjadi kekuatan yang tidak terduga.
Komunitas lain di luar Muhammadiyah yang memiliki kesamaan orientasi ideologi keagamaan dengan Muhadjir bisa jadi memperkuat wacana ini. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah kelompok yang tidak sulit dimobilisasi untuk dukungan yang dimaksud. Dengan kelompok masyarakat Marhaen, ia tidak merasa canggung. Hal ini karena ayahnya adalah seorang Marhaenis, pengagum Soekarno, meskipun seorang warga anggota Muhammadiyah.
Sebagai Menko PMK Muhadjir nihil dari gosip miring dibandingkan dengan beberapa kolega di Kabinet Presiden Jokowi. Jika sebagian cawapres tersandera oleh masa lalunya, Muhadjir merupakan seorang yang merdeka dari kemungkinan persoalan hukum. Sebagian kalangan memandang bahwa Muhadjir sibuk melaksanakan moto Presiden Jokowi: “Kerja, kerja, kerja,” meskipun sepi dari pemberitaan. Dia bisa jadi “kuda hitam” Cawapres RI 2024. Dia bukan politisi praktis, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dia meraih keuntungan dari situasi sekarang. Namanya memang belum muncul di kancah per-cawapres-an, tetapi akan mengagetkan banyak kalangan jika dia terpilih sebagai salah seorang kandidat cawapres. (*)
Prof. Achmad Jainuri, Ph.D., Penulis adalah Guru Besar (Emiritus) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
Tulisan ini pernah dimuat di Matan edisi 206, 5 September 2023