Muhammadiyah 113 Tahun: Meneguhkan Jalan Kesejahteraan Berbasis Nilai, Dakwah, dan Pengabdian Sosial

Muhammadiyah 113 Tahun: Meneguhkan Jalan Kesejahteraan Berbasis Nilai, Dakwah, dan Pengabdian Sosial

MAKLUMAT — Memasuki usia ke-113 tahun, Muhammadiyah kembali muncul sebagai salah satu pilar masyarakat sipil yang paling konsisten dalam membangun kehidupan bangsa. Di tengah dinamika sosial yang semakin kompleks, gerakan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan ini terus memperkuat jati dirinya.

Penulis: Anang Dony Irawan

Muhammadiyah organisasi dakwah, sosial, dan ekonomi yang memadukan nilai spiritual dengan kerja-kerja nyata pemberdayaan. Milad Muhammadiyah tahun ini mengangkat kembali konsep kesejahteraan sebagai tema sentral—sebuah gagasan yang tidak hanya relevan, tetapi mendesak untuk dijadikan arah peradaban bangsa ke depan.

Kesejahteraan yang Holistik: Wellbeing dan Welfare

Kesejahteraan yang dimaksud Muhammadiyah bukanlah narasi ekonomi semata. Terdapat dua aspek yang saling mengisi dan meneguhkan, yaitu wellbeing dan welfare. Wellbeing adalah kesejahteraan batin: kualitas hidup yang menyentuh ketenangan jiwa, kematangan spiritual, serta hubungan sosial yang sehat dan produktif.

Aspek ini menjadi fondasi manusia dalam menjalani kehidupan yang beretika dan bermartabat. Di sisi lain, welfare menyoroti pemenuhan kebutuhan dasar yang bersifat material, seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, kemandirian ekonomi, dan perlindungan sosial.

Kedua dimensi ini menyiratkan bahwa kesejahteraan tidak dapat diukur semata dari pertumbuhan ekonomi atau statistik makro. Kesejahteraan adalah keadaan ideal ketika masyarakat memiliki ketenangan jiwa dan kecukupan hidup, serta mendapat kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan sosial yang adil.

Dakwah yang Menyentuh Kehidupan Nyata

Sejak awal kemunculannya, Muhammadiyah telah membuat terobosan penting dengan memperluas dakwah dari sekadar bimbingan spiritual menjadi gerakan sosial yang konkret. Sekolah, rumah sakit, panti asuhan, perguruan tinggi, layanan kesehatan, hingga lembaga sosial dan kemanusiaan kini menjadi manifestasi dari dakwah berkemajuan.

Baca Juga  Suli Da'im Serap Aspirasi di PDM Pacitan, Tegaskan Komitmen untuk Warga Muhammadiyah dan Dapil Jatim 9

Gerakan ini sengaja dirancang untuk melampaui ruang-ruang mimbar. Dakwah tidak lagi dipahami sebagai ceramah atau penyampaian pesan moral secara verbal, tetapi sebagai gerakan transformasi sosial yang mampu meningkatkan kualitas hidup umat. Dampak dari pendekatan ini bersifat laten: mengakar, membentuk peradaban, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Model dakwah Muhammadiyah juga sekaligus menepis anggapan bahwa organisasi keagamaan hanya berfungsi sebagai lembaga ritual. Melalui jaringan pendidikan dan kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia, Muhammadiyah menunjukkan bahwa agama dapat menjadi pusat inovasi, pembangunan manusia, dan penguatan karakter bangsa.

Peran Strategis dalam Konteks Pemerintahan Saat Ini

Dalam lanskap pembangunan nasional, kehadiran Muhammadiyah semakin menempati posisi strategis. Dengan basis massa yang besar, infrastruktur sosial yang luas, dan modal sosial yang kuat, Muhammadiyah bukan hanya layak mendapatkan dukungan pemerintah, tetapi juga mampu memberikan kontribusi konkret bagi agenda pembangunan nasional.

Dalam konteks pemerintahan saat ini, organisasi sebesar Muhammadiyah memiliki peran vital dalam mengawal program strategis negara, terutama pada sektor-sektor yang telah menjadi spesialisasinya selama berpuluh tahun: pendidikan, kesehatan, kemanusiaan, dan pemberdayaan ekonomi. Melalui jaringan perguruan tinggi, rumah sakit, dan lembaga kemanusiaannya, Muhammadiyah menjadi mitra natural pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Lebih jauh, organisasi ini mampu menjembatani kebijakan pemerintah dengan realitas sosial di lapangan. Hal ini penting sebab keberhasilan kebijakan publik sering kali ditentukan oleh kemampuan negara untuk bekerja bersama masyarakat sipil. Muhammadiyah, dengan rekam jejak panjang dalam pelayanan publik, menjadi salah satu aktor kunci dalam memelihara hubungan tersebut.

Baca Juga  Pendidikan Islam Ramah Anak, Pendidikan yang Memanusiakan

Akar Filosofis: Nilai Spiritual sebagai Kerangka Ekonomi Berkeadilan

Secara filosofis, visi kesejahteraan Muhammadiyah tidak lahir dari ruang kosong. Ia berakar pada nilai-nilai spiritual Islam yang menekankan amanah, keadilan, solidaritas, dan kemaslahatan. Nilai-nilai ini menjadi pedoman moral bagi Muhammadiyah dalam membangun tatanan ekonomi sosial yang beretika.

Dalam konteks modern, ketika kapitalisme global kerap mengabaikan dimensi kemanusiaan, pendekatan Muhammadiyah menjadi relevan. Ekonomi harus dibangun berdasarkan prinsip keadilan, bukan sekadar kompetisi bebas. Pemberdayaan harus berbasis solidaritas sosial, bukan sekadar distribusi sumber daya. Inilah yang membedakan konsep kesejahteraan Muhammadiyah dari paradigma ekonomi yang hanya berorientasi pada pertumbuhan.

Nilai-nilai ini mengarahkan bahwa kesejahteraan sejati tidak terwujud jika masyarakat masih mengalami ketimpangan struktural atau jika pembangunan hanya berpihak kepada kelompok tertentu. Dengan menempatkan nilai spiritual sebagai fondasi, Muhammadiyah menawarkan kerangka moral pembangunan nasional yang berkelanjutan dan manusiawi.

Jalan Panjang Menuju Indonesia Berkemajuan

Di usia 113 tahun, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa gerakan keagamaan dapat menjadi motor perubahan sosial yang besar. Melalui dakwah yang inklusif, pendidikan yang progresif, layanan kesehatan yang meluas, serta komitmen pada nilai keadilan, Muhammadiyah telah menanam pondasi kuat bagi lahirnya masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera.

Tantangan ke depan tentu tidak ringan: ketimpangan ekonomi, disrupsi teknologi, perubahan sosial, dan dinamika politik akan terus mewarnai perjalanan bangsa. Namun, dengan nilai-nilai yang telah diwariskan dan rekam jejak nyata yang telah terbukti, Muhammadiyah memiliki modal kuat untuk tetap menjadi garda depan gerakan pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga  Wacana Pungut Pajak Judi Online, Haedar Nashir Ingatkan Pemerintah

Milad ke-113 ini bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi momentum untuk menegaskan kembali komitmen bahwa kesejahteraan harus diperjuangkan secara holistik—menyentuh aspek batin, pendidikan, ekonomi, dan kehidupan sosial. Kolaborasi antara negara, masyarakat, dan organisasi sipil seperti Muhammadiyah menjadi kunci bagi masa depan Indonesia yang lebih adil, lebih beradab, dan lebih menyejahterakan.***

 

*) Penulis: Anang Dony Irawan
Wakil Ketua PCM Sambikerep; Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *