Muhammadiyah dan Aisyiyah Soal Kerusakan Alam Raja Ampat Akibat Pertambangan

Muhammadiyah dan Aisyiyah Soal Kerusakan Alam Raja Ampat Akibat Pertambangan

MAKLUMAT — Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Djihadul Mubarok, menyoroti kerusakan alam yang terjadi di sejumlah pulau di Kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, akibat aktivitas pertambangan nikel.

Menurut Djihad—panggilan akrabnya—eksploitasi nikel di wilayah Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu surga biodiversitas dunia tersebut, merupakan bentuk pengabaian terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan warisan alam Indonesia.

Sekretaris MLH PP Muhammadiyah, Djihadul Mubarok. (Foto: IST)
Sekretaris MLH PP Muhammadiyah, Djihadul Mubarok. (Foto: IST)

Ia menegaskan bahwa Raja Ampat bukan sekadar tempat atau wilayah geografis semata, melainkan aset ekologis dengan potensi pariwisata global yang sangat penting.

“Raja Ampat bukan sekadar wilayah geografis, tetapi aset ekologis dan pariwisata kelas dunia yang tidak tergantikan. Aktivitas pertambangan di kawasan ini sangat bertentangan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan mencederai nilai-nilai pelestarian lingkungan,” ujar Djihad dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Senin (9/6/2025).

Menurut dia, keberadaan tambang nikel di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Raja Ampat berpotensi merusak ekosistem laut, terumbu karang, dan kawasan konservasi yang menjadi daya tarik utama pariwisata bahari di Indonesia timur.

Pembangunan Ekonomi Tidak Boleh Mengorbankan Lingkungan

Selain itu, Djihad juga menyoroti ancaman terhadap masyarakat adat dan penduduk lokal yang selama ini hidup berdampingan secara harmonis dengan alam Raja Ampat. Ia menandaskan bahwa pembangunan ekonomi harus tetap mengindahkan aspek-aspek keseimbangan sosial ekologis.

Baca Juga  Ketua LHKP Jatim: Warga Muhammadiyah Harus Bersatu Sukseskan Caleg KaderMu

“Pembangunan ekonomi semestinya tidak boleh mengorbankan kekayaan hayati dan ketahanan sosial masyarakat. Jika sektor pariwisata lestari yang berwawasan lingkungan dikembangkan, Raja Ampat dapat menjadi sumber ekonomi yang lebih berkelanjutan dibandingkan pertambangan yang eksploitatif,” tegas Djihad.

MLH PP Muhammadiyah menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengevaluasi, menghentikan izin-izin pertambangan di kawasan konservasi dan destinasi wisata unggulan nasional, serta menindak tegas para pelaku perusakan lingkungan, termasuk di Kawasan Raja Ampat.

Tak hanya itu, MLH PP Muhammadiyah juga mendorong masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh agama untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dan menolak model pembangunan yang destruktif.

Sebagai bagian dari gerakan dakwah Lingkungan Hidup yang berkemajuan, MLH PP Muhammadiyah menegaskan bahwa menjaga bumi adalah bagian dari amanat keimanan dan tanggung jawab moral untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, segala bentuk aktivitas industri yang mengancam kelestarian alam harus dihentikan dan dikaji ulang secara kritis.

Aktivitas Pertambangan Cenderung Merusak

Ketua LLHPB PP Aisyiyah, Rahmawati Husein. (Foto: Muhammadiyah)
Ketua LLHPB PP Aisyiyah, Rahmawati Husein. (Foto: Muhammadiyah)

Sebelumnya, Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah, Rahmawati Husein, menilai bahwa secara umum pertambangan cenderung akan merusak alam.

“Secara umum, pertambangan banyak yang mencederai atau merusak alam, sangat sedikit yang bisa merehabilitasi, lebih banyak merusaknya daripada manfaat yang didapat dari pertambangan. Khususnya bagi masyarakat setempat,” sorotnya, ketika dihubungi Maklumat.ID pada Ahad (8/6/2025).

Baca Juga  Kapolri Pantau One Way Nasional; Waktu Tempuh Semarang-Cikampek 5 Jam 6 Menit

Menurut Rahmawati, hanya sekelompok kecil dan tertentu saja yang diuntungkan oleh aktivitas pertambangan, terutama penguasa dan pengusaha. “(Hanya) penguasa dan pengusaha yang diuntungkan dari kegiatan pertambangan,” tandasnya.

Ia menegaskan pentingnya penegakan aturan secara ketat dan upaya perlindungan dengan sungguh-sungguh terhadap kawasan-kawasan konservasi ataupun kawasan-kawasan lain yang dilindungi, untuk mencegah kerusakan alam yang bakal mengakibatkan dampak sangat merugikan bagi masyarakat.

“Kalau tidak (begitu) tunggu kerusakannya yang tidak bisa dipulihkan,” pungkas Rahmawati, yang juga merupakan Dewan Pakar Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *