MANTAN Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan dirinya tetap tunduk dan patuh terhadap keputusan resmi yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kendati secara pribadi dirinya mengaku tidak sepakat terhadap keputusan PP Muhammadiyah untuk menerima izin usaha pertambangan (IUP) yang ditawarkan pemerintah.
“Kalau sudah organisasi memutuskan, menetapkan, baik Rapat Pleno PP Muhammadiyah, apalagi kemarin lewat konsolidasi nasional melibatkan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) se-Indonesia, maka keputusan itu terlepas dari baik atau tidak baik, benar atau tidak benar, ya saya sebagai anggota Muhammadiyah dan sekarang menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah di tempat saya tinggal, Kelurahan Pondok Labu, tidak ingin berbalas pantun di media, itu etika di Muhammadiyah, itu etika di Muhammadiyah,” kata Din di kawasan Cipinang seperti dikutip Jumat (2/8/2024).
Din menyebutkan sebelumnya dirinya memang telah menyampaikan argumentasinya agar PP Muhammadiyah menolak tawaran IUP dari pemerintah tersebut. Dalihnya telah disampaikan Din sebelum forum Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Muhammadiyah se Indonesia di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta pada 27-28 Juli 2024 lalu.
“Sebelum pertemuan nasional Muhammadiyah itu saya sudah menyampaikan pendapat yang sangat tegas sebagaimana yang saya yakini dengan argumen-argumen, yang intinya saya tidak sepakat dengan keputusan Muhammadiyah itu,” ujarnya
Namun, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah selama dua periode, enggan merinci lebih detail alasan dirinya menolak IUP. Sebab, PP Muhammadiyah secara organisatoris telah memutuskan. “Tapi saya tidak ingin kembangkan apa alasan ketidaksepakatan lebih lanjut,” tandas pria yang juga pernah menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Seperti diketahui, PP Muhammadiyah melalui konferensi pers usai forum Konsolnas Muhammadiyah se-Indonesia mengumumkan bahwa organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 ini telah menerima IUP yang ditawarkan pemerintah melalui Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
“Setelah menganalisis masukan, melakukan pengkajian, mencermati kritik pengelolaan tambang dan pandangan dari para akademisi dan pengelola tambang, ahli lingkungan hidup, majelis dan lembaga di lingkungan, PP Muhammadiyah serta pandangan dari anggota PP Muhammadiyah, rapat pleno 13 Juli 2024 di kantor Jakarta memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 dengan pertimbangan dan persyaratan,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam jumpa pers, Ahad (28/7/2024).
Meski begitu, dalam salah satu butir risalah, ditegaskan juga bahwa pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah akan dilakukan dalam batas waktu tertentu, disertai monitoring, evaluasi dan penilaian manfaat serta mafsadat (kerusakan) yang ditimbulkan.
Jika di kemudian hari Muhammadiyah melalui tim yang telah diberikan mandat untuk mengelola tambang menemukan lebih banyak kerusakan yang ditimbulkan, sehingga tidak memungkinkannya green mining, maka PP Muhammadiyah akan mengembalikan IUP tersebut kepada pemerintah.
“Pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha-usaha pengembangan sumber-sumber energi yang terbarukan, serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan,” ujar Mu’ti.
“Pengelolaan tambang disertai dengan monitoring, evaluasi dan penilaian manfaat dan mafsadat atau kerusakan bagi masyarakat. Apabila pengelolaan tambang lebih banyak menimbulkan mafsadat, maka Muhammadiyah secara bertanggung jawab akan mengembalikan izin usaha pertambangan kepada pemerintah,” sambung Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sebagai informasi, pemerintah melalui PP 25/2024 disusul oleh Peraturan Presiden (Perpres) 76/2024, telah memberikan lampu hijau bagi ormas keagamaan untuk bisa ikut mengelola pertambangan. Regulasi tersebut, memberikan izin bagi ormas untuk bisa mengajukan pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) melalui badan usaha milik ormas terkait.
Sumber: detik